Menggapai Keberkahan Ramadhan di Era Post Truth
Opini | Sabtu, 16 April 2022 | 12:27 WIBKompasTV Jawa Timur - Sejalan dengan perkembangan zaman yang ditandai dengan kemajuan di berbagai sektor kehidupan, khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan implikasi yang sangat signifikan terhadap kehidupan manusia. Implikasi yang dimaksud juga menjamah pada ranah etika dan moral, gaya hidup serta prilaku masyarakat saat ini. Salah satu bukti adanya pengaruh teknologi terhadap pola kehidupan masyarakat saat ini ialah pemanfaatan media sosial dalam aktivitas sehari harinya, mulai dari hal hal yang terkait dengan urusan privasi (sekedar update status) hingga pada urusan tugas dan pekerjaan (promosi, bisnis, dan dakwah). Bahkan, mereka tidak hanya sekedar user, namun juga programmer.
Realitas diatas menggambarkan bahwa masyarakat yang hidup di abad modern seperti saat ini adalah masyarakat yang akrab dengan dunia media sosial, yang seluruh aktifitasnya tidak bisa dilepaskan dari dunia media sosial. Lebih dari itu, mereka tidak hanya menjadikan media sosial sebagai sebuah kebutuhan, namun lebih ke arah life style (gaya hidup). Tidak sedikit pula yang merasa kecanduan dan ketergantungan dengan media sosial sehingga membentuk karakter individulaisme. Berdasarkan laporan mutakhir dari Statista (2021), yang merupakan yang merupakan lembaga statistik glogal, bahwa pengguna aktif media sosial masyarkat Indonesia lebih dari separuh populasi masyarakat Indonesia, yaitu 175 juta penduduk.
Jika merujuk kepada kaidah bahwa agama Islam berprinsip pada“mengikuti cara lama yang sudah baik, namun juga menerima hal hal baru yang lebih baik”, maka pemanfaatan media sosial sejatinya diperbolehkan dalam Islam karena hal tersebut merupakan inovasi dan kreasi masyarakat modern yang responsif dan akomodatif dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun demikian, lemahnya proses filterisasi dari para pengguna media sosial, dan proses controlling dari pemangku otoritas, menjadikan ruang ruang mendia sosial bertaburan dengan berbagai informasi yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Anehnya, masyarakat saat ini tidak begitu peduli dengan informasi yang akurat dan valid. Situasi inilah yang dimaksud dengan era post truth.
Persenyewaan antara realitas masyarakat di era post truth sebagaimana gambaran diatas dengan keberkahan bulan Ramadhan ialah nilai nilai universal yang terkandung dalam bulan Ramadhan yang berorientasi pada upaya menumbuh kembangkan kejujuran dan kepekaan sosial. Kewajiban berpuasa di bulan suci Ramadhan mengandung dimensi moral yang sangat tinggi yakni kejujuran. Kejujuran yang terkandung dalam ibadah puasa yaitu konsistensi untuk menahan diri dari hal hal yang membatalkan puasa sekalipun tidak ada yang mengetahuinya. Seperti yang telah kita ketahui bersama, saat ini, bangsa Indoneisa mengalami krisis moral (kejujuran) yang merusak sendi sendi kehidupan masyatakat. Hal ini tercermin dalam prilaku masyarakat yang mudah terprovokasi dan ikut serta menyebarluaskan informasi yang beredar di media sosial tanpa ada proses tabayyun (klarifikasi) sehingga dapat menghambat berbagai agenda dan program kerja nasional yang bersifat penting dan strategis, dan bahkan cenderung menggangu stabilitas dan harmoni sosial.
Selain itu, ibadah puasa juga mengajarkan umat manusia untuk memiliki kepekaan sosial yang diwujudkan dengan rasa simpati dan empati kepada sesama. Rangsangan untuk memiliki kepekaan sosial tersebut tercermin dalam perintahNya untuk menahan rasa lapar dan haus sekalipun bisa untuk membelinya. Hal ini bertujuan agar umat manusia dapat mengambil i‘tibar (pelajaran) dan menjiawi dari apa yang dirasakan oleh kaum mustad’afin (lemah). Disamping itu, puasa juga mengajarkan kepada umat manusia tentang pentingnya kebersamaan dan solidaritas dan sekaligus mangikis sifat individualisme dan sikap acuh tak acuh sebagaimana tercermin dalam zakat fitrah dan anjuran memperbanyak sedekah di bulan Ramadhan.
Merujuk kepada nilai nilai universal sebagaimana paparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa puasa Ramadhan adalah sebuah ikhtiar yang tidak hanya bersifat vertikal dan spiritual namun juga sarat dengan nilai nilai sosial horizontal (kemanusiaan). Hal yang paling esensial dalam ibadah puasa Ramadhan ini adalah menciptakan karakter dan kepribadian manusia yang mampu mempersembahkan kemanfaatan dan kemaslahatan bagi umat manusia dan alam semesta. Inilah yang dimaksud dengan keberkahan, yaitu bertambahnya kebaikan dan kebajikan (ziyadat al-khair) dalam kehidupannya.
Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat dan menjadi bekal untuk menjadi alumnus Ramadhan yang layak mendapatkan predikat muttaqin. Amin!