Protokol Meja Makan Puasa era Pandemi
Opini | Rabu, 21 April 2021 | 11:22 WIB
SUNATULLAH atau secara alamiah, tubuh manusia tidak bisa menjalankan fungsinya jika tidak ada asupan makanan. Tubuh manusia membutuhkan asupan nutrisi berupa makanan dan air yang mengandung mineral secara proporsional, agar tetap hidup dengan baik melalui dukungan penuh dari mesin homeostasis (biologi) tubuhnya. Istilah yang tepat adalah makan untuk hidup, dan jangan dibalik, agar mesin homeostasis tubuh tidak gampang menuju homeostenosis (menua). Ada kalanya tubuh sengaja dikosongkan dari asupan nutrisi dalam jangka waktu tertentu, untuk tujuan tertentu.
Salah satu bentuk pengosongan nutrisi itu adalah yang disebut puasa. Jika sedang tidak puasa, tubuh membutuhkan sumber bahan bakar untuk menjalankan mesin kehidupan, agar dapat bergerak secara fisik, mental dan emosional. Rasa lapar adalah sinyal bahwa tubuh minta asupan nutrisi, minta makan. Rasa lapar dalam waktu yang lama, bisa mengganggu kestabilan emosional, misal mudah tersinggung. Setelah makan, barulah muncul perasaan kenyang, lega, dan emosi bisa stabil. Dalam konteks sosial, kelaparan massal yang tidak segera tertangani dalam waktu yang lama, akan rawan memicu letupan sosial.
Sekarang sedang berlangsung bulan Ramadhan, dan umat Islam menjalankan kewajiban berpuasa bagi yang mampu. Berpuasa secara fisik, sekaligus juga berpuasa secara mental dan emosional, untuk tujuan spiritual. Karena itu, ada banyak aktivitas pendukung “ibadah personal” seperti salat tarawih, mengkaji Alquran, iktikaf; dan “ibadah berbagi” seperti berinfak, bersedekah, berzakat, mengajarkan ilmu, berdakwah, dan seterusnya.
Tetapi karena sekarang masih dalam suasana pandemi, maka segala aktivitas tadi disesuaikan, mengikuti protokol kesehatan. Di kawasan merah misalnya, tarawih berjamaah di masjid bisa ditiadakan. Di kawasan kuning atau hijau, tarawih berjamaah dilaksanakan dengan kapasitas hanya 30 persen saja. Demikian juga ritual mudik yang khas Indonesia, pemerintah terpaksa melarang dengan tujuan untuk mencegah terjadinya ledakan penularan virus Corona. Karena pelarangan ini, mudik bisa digelar secara virtual saja. Ingat bahwa setiap liburan panjang sebelum sebelumnya di laporkan kasus baru Covid 19 umumnya meningkat tajam.
Jika puasa Ramadhan dijalankan dengan baik dan benar, dalam arti berpuasa secara fisik, emosional, mental dan spiritual, maka diyakini akan memberikan kemaslahatan pada sanubari kaum beriman. Bahkan, puasa juga memberikan manfaat kesehatan fisik dan mental secara langsung. Untuk itu perlu diperhatikan bagaimana “protokol meja makan” demi mengoptimalkan manfaat puasa.
Sudah banyak penelitian yang menjelaskan manfaat berpuasa bagi kesehatan tubuh. Pada dasarnya secara fisik, berpuasa sama dengan diet. Dengan makan sedikit kalori, berpuasa selama 14-16 jam setiap hari dalam waktu satu bulan, akan bagus untuk tubuh, dan bisa menurunkan berat badan. Jika puasa ini diteruskan hingga satu bulan berikutnya, bisa menurunkan berat badan hingga sekitar 3-5 kg. Tentu dengan syarat, bahwa saat berbuka tidak lantas “balas dendam” dengan memenuhi meja makan dengan aneka makanan yang lebih banyak ketimbang tidak saat Ramadhan.