Dari Gunung Cahaya Menuju Lailatul Qodar

Opini | Rabu, 20 April 2022 | 14:41 WIB
Suparto Wijoyo, Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & SDA MUI Jawa Timur (Sumber: KompasTV Jawa Timur )

 Pewahyuan Alquran itu pada bulan Ramadhan merupakan “dekrit teologis” yang merombak secara “radikal” status manusia bergelar Al-Amin  yang semula dikenal sebagai Muhammad bin Abdullah semata,  berubah menjadi Baginda Muhammad Rasulullah SAW. Ini adalah peristiwa besar yang berasal dari ungkapan suci yang kini tertera dalam  Alquran, Surat Al-alaq, ayat 1-5 tersebut. Peristiwa kenabian dan kerasulan Muhammad SAW merupakan “proklamasi peradaban” yang spektakuler. Konstruksi sosial dan kenegaraan terombak secara total dari kejahiliaan,  niradab, menuju era  peradaban mulia. Pengaruhnya sangat luas, sehingga Rasulullah SAW menurut para ahli yang berkelas internasional, adalah sosok agung  yang paling berpengaruh dalam sejarah. Tidak ada manusia, nabi dan rasul yang tingkat pengaruhnya melebihi Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam pun telah Allah SWT sempurnakan melalui utusan-utusan-Nya selama itu, dengan puncak supremasi utusan di tangan Muhammad SAW. Pada spektrum itu, Islam menjadi agama paripurna sebagaimana dapat dibaca dalam  Alquran.

Kesempurnaan ajaran Islam dapat dirunut dari mengatur  aspek yang sangat sederhana selaksa urusan cuci tangan dan mulut sampai pada yang amat kompleks mengenai tatanan bernegara. Islam hadir dengan ajaran Rabb Yang Maha Sempurna, termasuk memberikan sesi “jeda” untuk berintrospeksi melalui mekanisme puasa Ramadan. Puasa yang sudah diwajibkan kepada kaum-kaum terdahulu, umat-umat para utusan-Nya sebelum Nabi Muhammad SAW dengan capaian akhir berupa “derajat takwa yang suprematif”. Inilah tingkat ketaatan kepada seluruh regulasi Tuhan dalam segala segi kehidupan, karena tidak ada ruas kehidupan yang tidak mendapatkan sentuhan norma dari Allah SWT. Hidup manusia tidak imun dari intervensi Tuhan dan ramadan memberikan lembar “sajadah” untuk meningkatkan derajat insani.

Pada lingkup itulah Allah SWT tidak membiarkan Ramadan tanpa ornamen yang mengesankan dalam menarik hati hamba-hambanya yang beriman. Puasa sendiri adalah  periodesasi spesial yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang beriman dan atas itulah Tuhan menyediakan bonus yang supermewah berupa malam lailatul qodar. Tadarus Alquran semoga sudah sampai pada Surat Al-Qodr, ayat 1-5 yang sudah biasa dingajikan: “innaaa anzalnaahu fil lailatil-qodr, wa maa adrooka maa lailatul-qodr, lailatul-qodri khorum min alfi syahr, tanazzalul-malaa’ikatu war-ruuhu fiihaa bi’izni robbihim, ming kulli amr, salaamun hiya hatta mathla’il-fajr (sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran pada malam qadar, dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan, pada malam itu turun para malaikat dan Roh Jibril dengan izin Tuhannya, sejahteralah malam itu sampai terbit fajar)”.

Subhanallah. Orang-orang beriman berkesempatan  meraih  kemuliaan yang lebih utama dari seri bulan (83-84 tahun). Apabila angka itu dikalkulasikan dengan jumlah usia masing-masing orang, maka terdapat beratus-ratus tahun umur hambanya yang “merayakan malam lailatul qodar”. Inilah tonggak optimisme  untuk mendapatkan “kemuliaan hidup” pada setiap sesi Ramadan.  Mari menuju puncak ramadan.


TERBARU