Membudayakan Ramadhan

Opini | Selasa, 26 April 2022 | 10:29 WIB
Jusuf Irianto, Guru Besar FISIP Universitas Airlangga, Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional MUI Jawa Timur (Sumber: KompasTV Jawa Timur )

KompasTV Jawa Timur - Jika konsep budaya dapat diartikulasikan sebagai nilai inti (core value), ritus, dan sejumlah kebiasaan, maka segala bentuk kebajikan yang dilakukan selama bulan suci Ramadhan dapat ditransformasikan ke dalam formula budaya religi.

Selama bulan Ramadhan, umat melaksanakan ibadah puasa dengan nilai inti berupa keikhlasan beribadah semata karena Allah seraya berharap dapat menggapai derajad taqwa sebagaimana tujuan utama dalam berpuasa.

Terdapat beberapa nilai inti yang dapat diambil dari berbagai jenis ibadah selama bulan Ramadhan. Salah satu nilai inti yang menonjol adalah disiplin diri terhadap waktu. Ibadah tak dapat dilakukan dengan benar dan sah tanpa menerapkan disipilin waktu.

Sejak waktu sahur hingga berbuka semua telah ditentukan waktunya. Jika waktu dilanggar alias tak disiplin, ibadah yang dilakukan dianggap tidak syah alias batal. Di samping waktu, juga ada disiplin terhadap peraturan sesuai syariat.

Tanpa ketaatan dan disiplin terhadap syariat yang telah ditentukan, semua ibadah dalam rangkaian puasa pun tak akan memperoleh pahala. Sungguh, di balik perintah berpuasa di bulan Ramadhan terdapat nilai inti yang sangat bermanfaat bagi kemajuan bangsa Indonesia yaitu nilai disiplin diri.

Banyak bangsa dan negara mencapai kemajuan luar biasa secara ekonomi dan teknologi di dunia akibat masyarakatnya menjunjung tinggi nilai kedisiplinan tanpa kompromi. Jepang misalnya, dikenal sebagai bangsa yang maju bukan lantaran sumber daya alam namun akibat SDM berbudaya disiplin.

Demikian pula sejumlah negara lainnya yang meraih  kemajuan lantaran nilai inti berupa disiplin selalu menjadi rujukan ketika berfikir dan berperilaku.

1
2
3

TERBARU