Dimensi Takwa dan Silaturahim

Opini | Rabu, 27 April 2022 | 13:24 WIB
Hj. Faridatul Hanum, M.Kom.I Sekretaris MUI Jawa Timur (Sumber: KompasTV Jawa Timur )

KompasTV Jawa Timur - Allah SWT berfirman: “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. Annisa’, ayat 1)

Titik tekan Ayat di atas adalah perintah takwa dan perintah bersilaturahim. Allah SWT sengaja mengedepakan perintah takwa karena memang takwa merupakan pondasi yang sangat primer bagi kehidupan manusia. Implikasi dari ketakwaan itu akan melahirkan kesadaran bersilaturahim. Oleh karenanya Allah SWT menempatkan perintah silaturahim setelah perintah takwa.

Imam Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya, ayat ini merupakan suatu perintah totalitas ketaatan padaNya serta agar selalu mengatasnamakan Allah dalam segala bentuk permintaan dan silaturahimnya, saling menjaga dan jangan sampai memutusnya. Dari ayat di atas sudah jelas sekali bahwa Allah SWT juga mengatur keharmonisan hidup sosial dengan media silaturahim karena Allah.  

Media bertakwa dikemas dalam Agama dengan adanya ibadah puasa, Ummat manusia diserukan agar menjadi pribadi yang benar-patuh secara lahir bathin selama menjalankan ibadah puasa, seluruh hidupnya digerakkan menuju ketaatan kepada sang pencipta. kesempurnaan puasa itu disebut oleh Imam Al- Ghazali dengan showmu khususil khusus (puasa derajat istimewa). Dengan training selama satu bulan di balai Ramadan dengan berbagai aktifitas kebaikan akan mengantarkan manusia mencapai derajat muttaqin.

Dari pencapaian derajat itu akan tumbuh kesadaran bersilaturahim dan ber ukhuwwah dengan sesama ummat Islam. Silaturahim bagian dari ibadah sosial yang yang sangat dianjurkan dalam agama Islam dan tidak boleh dilalaikan. Bahkan bersilaturahim menjadi tolak ukur keimanan seseorang, sebagaimana Nabi sabdakan “barang siapa beriman kepada Allah, maka, sambunglah sanak familinya (bersilaturahim)”.

Allah juga menyatakan dalam al-Quran (yang artinya): “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang telah diperintahkan oleh Allah supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan dibumi, orang-orang itulah yang mendapatkan kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (jahannam (QS. Ar-Ra’du: 25).

Imam al-Qurthuby memaparkan dalam kitab tafsirnya, “para ulama bersepakat bahwa memutus tali silaturahim merupakan perbuatan terlarang dan termasuk dosa besar apa bila ditinggalkan tanpa ada ‘udzur”. Dalam kitab Irsyadul Ibad dijelaskan, kasih sayang Allah tidak diberikan kepada suatu kaum yang di dalamnya terdapat orang yang memutus tali silaturahim. Di Akhirat Nabi SAW mengancam “Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali persaudaraan”. (HR. Bukhari-Muslim)

1
2

TERBARU