Bersyukur, Idul Fitri, dan Mudik Lebaran Bahagia 1444 H

Opini | Rabu, 19 April 2023 | 14:37 WIB
Prof. Dr. H. Muhammad Turhan Yani, M.A.-Ketua Komisi Pendidikan Majelis Ulama (MUI) Indonesia Provinsi Jawa Timur dan Direktur LPPM Universitas Negeri Surabaya (UNESA) (Sumber: Dok. Istimewa )

KompasTV Jawa Timur - Harapan masyarakat gayung bersambut terkait kesempatan mudik lebaran tahun 2023. Pemerintah telah menetapkan libur nasional Hari Raya Idul Fitri 1444 H dan cuti bersama lebih lama jika dibandingkan tahun sebelumnya. Libur dan cuti bersama ini dapat digunakan untuk bersilaturrahmi dengan orang tua, keluarga, dan handai tolan di kampung halaman, hal ini sangat membahagiakan bagi semuanya.

Idul Fitri sebagai puncak dari rangkaian ibadah puasa di bulan suci Ramadan memberikan harapan dan kebahagiaan spesial bagi umat Islam di dunia dan umat manusia pada umumnya, khususnya bangsa Indonesia karena umat Islam telah sukses melalui sebuah perjuangan spiritual yang Panjang selama satu bulan melawan hawa nafsu dan hal-hal lain yang membatalkan puasa, dilanjutkan membayar zakat maal dan zakat fitrah, kemudian dirayakan pada hari kemenangan yaitu Hari Raya Idul Fitri.

Idul Fitri sebagaimana maknanya, di antaranya menandai bahwa seseorang yang telah berpuasa dilandasi ikhlas dan mengharap ridho Allah (Imanan Wahtisaban) dijanjikan mendapatkan ampunan dari Allah Swt sehingga bagi yang menunaikan puasa tersebut memperoleh predikat kembali kepada fitrah atau kesucian seperti bayi yang baru lahir. Ilustrasi ini seperti mahasiswa yang melangsungkan kuliah dengan serius dan disiplin sampai waktu yang ditentukan, akhirnya lulus mendapat ijazah dan diwisuda, sebuah kebahagiaan tersendiri yang wajib disyukuri.

Kebahagiaan mudik pada lebaran tahun 2023 ini lebih leluasa dibandingkan mudik lebaran tahun 2022, apalagi mudik lebaran tahun sebelumnya berturut-turut (tahun 2020 dan 2021) dilarang oleh Pemerintah karena masa pandemi, saat itu sebagian masyarakat berpendapat bahwa Pemerintah dianggap menghalangi hak seseorang untuk berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara, bahkan dianggap menghalangi seseorang dalam mengekspresikan kebebasan beragama yang rutin dilaksanakan setiap tahun pada momentum Hari Raya Idul Fitri.

Anggapan demikian seakan-akan benar menurut sebagian orang, padahal sesungguhnya Pemerintah melarang mudik saat lebaran tahun 2020 dan 2021 justru dilandasi tanggung jawab Pemerintah kepada rakyatnya karena saat itu sedang tinggi-tingginya kasus penularan virus covid 19. Di samping itu yang perlu dipahami bahwa aturan atau kebijakan tentang larangan mudik lebaran pada tahun 2020 dan 2021 untuk melindungi masyarakat dari ancaman penularan virus covid 19 yang terus menghantui di tengah kehidupan bangsa Indonesia saat itu, apalagi saat terjadi pertemuan dalam jumlah massal, baik saat perjalanan mudik maupun berjumpa keluarga dan sanak saudara di kampung asal pemudik.

Bahkan lebih dari itu larangan mudik lebaran pada tahun 2020 dan 2021 oleh Pemerintah tidak sekedar untuk melindungi rakyatnya agar tidak tertular virus covid 19 yang saat itu mengalami mutasi dalam berbagai variannya, akan tetapi Pemerintah juga ikut mengimplementasikan salah satu tujuan beragama (maqasidus syariah) sebagaimana yang diperintahkan dalam agama pula, yaitu hifdzun nafs (menjaga dan melindungi keselamatan jiwa). Kebijakan Pemerintah yang melarang mudik lebaran pada tahun 2020 dan 2021 saat itu oleh sebagian orang dibenturkan dengan hak kebebasan beragama pada momentum lebaran yang biasanya dilakukan sungkeman dengan orang tua, berkunjung ke sanak saudara, sahabat di kampung, dan lain sebagainya sebagai wujud dari pengamalan silaturrahim, bahkan halal bihalal secara langsung (offline) yang biasanya dilaksanakan olen masyarakat Muslim Indonesia, baik di desa, kota, kantor, dan tempat-tempat lain saat itu juga dilarang oleh Pemerintah karena situasinya memang masih mengkhawatirkan pada saat masa pandemi.

Saat itu untuk mengganti kegiatan halal bihalal secara langsung, dilakukan secara virtual. Tanpa mengurangi makna dari sebuah halal bihalal, secara virtual pun, halal bihalal memberikan kesan dan hikmah yang luar biasa betapa nikmat Allah itu sangat besar dan luar biasa yang wajib disyukuri oleh manusia pada saat dan situasi seperti apapun, termasuk saat masa pandemi. Pada situasi pandemi banyak memberikan pelajaran bagi umat manusia bahwa nikmat dan karunia yang Allah berikan selama ini dengan kehidupan yang aman nyaman itu tak ternilai harganya, sehingga ketika Allah mengurangi sedikit rasa nikmat aman dan nyaman berupa covid 19, umat manusia merasakan seakan-akan banyak kehidupan yang hilang, baik dari sisi ekonomi, khususnya sektor swasta  banyak orang yang tidak bekerja lagi karena tempat bekerjanya tidak beroperasi, dari sisi kesehatan banyak orang yang terpapar virus covid 19, dan sebagian yang terpapar banyak yang meninggal dunia, dan dari sisi-sisi lainnya.

Sungguh situasi yang mengerikan saat tahun pertama dan tahun kedua pandemi, apalagi interaksi dan komunikasi antar sesama saat itu dilandasi perasaan khawatir, takut tertular virus, sehingga orang banyak yang tidak berani bertemu, apalagi berkumpul seperti yang pernah dilakukan sebelum masa pandemi, dan saling curiga terkait kesehatan. Secara psikologis ketahanan masyarakat saat pandemi menjadi turun drastis, yang ditandai perasaan takut, tidak nyaman dalam melangsungkan kehidupan, apalagi kalau mendengar berita dan melihat mobil ambulance dalam hitungan menit dan jam sering lewat dan terdengar suara sirine perasaan takut semakin meningkat yang sebenarnya juga berdampak pada imunitas, bahkan ada anjuran dari sebagian orang, kalau ada yang meninggal tidak perlu diumumkan di masjid, musalla, dan tempat umum lainnya. Saat ada orang meninggal pada masa pandemi, hampir dipastikan karena covid 19. Demikianlah gambaran sekilas situasi yang tidak membahagiakan saat pandemi.

Kini situasi semakin membaik, betapa nikmat yang Allah berikan itu disadari luar biasa besarnya, sehingga kalau umat manusia terlena atau lupa maka naif sekali. Situasi pandemi memberikan pelajaran secara spiritual bahwa bersyukur kepada Dzat Yang Maha Kuasa (Allah Swt) itu menjadi sebuah kewajiban bagi umat manusia, dengan bersyukur itu Allah akan memberikan nikmat yang berkelanjutan dalam bentuk apapun, baik nikmat keimanan, nikmat situasi kehidupan, nikmat kesehatan, nikmat pekerjaan, maupun nikmat dalam bentuk lainnya.

Seiring situasi semakin membaik dan kasus penularan virus covid 19 telah menurun drastis, Pemerintah telah memberi kesempatan mudik lebaran tahun 2023 dengan anjuran masyarakat tetap menjaga protokol kesehatan dengan baik. Di tengah kegembiraan dan kebahagian masyarakat dalam menyambut mudik lebaran tahun 2023, ada hal yang perlu diperhatikan saat arus mudik agar tetap aman, lancar, dan sehat, yaitu tidak sampai terjadi penumpukan kendaraan di jalan. Korlantas Polri siap untuk mengawal penuh masyarakat agar perjalanan mudik berjalan dengan aman dan lancar. Sekedar informasi mudik lebaran pada tahun 2022 sebanyak 85,5 juta orang dan 47%  menggunakan kendaraan darat, sehingga prediksi mudik pada tahun 2023 ini jauh lebih banyak karena situasinya semakin membaik. Pada tahun 2022 saat itu kementerian perhubungan memperkirakan 14,6 juta orang bakal mudik lokal dari daerah-daerah di Jawa Timur ke sejumlah tujuan menyambut Idul Fitri 1443 H, di antara mereka ada pemudik lokal yang pulang kampung tanpa keluar batas wilayah Provinsi Jatim, lewat perjalanan darat antarkota hingga menumpang pesawat dan kapal ke kepulauan (Kompas 24/04/2022). Dengan situasi tahun 2023 yang semakin membaik ini maka arus lalu lintas dan mudik baik lokal maupun nasional tambah lebih banyak lagi. Di tengah mobilitas masyarakat seperti itu semuanya penting untuk menjaga protokol kesehatan seraya memohon kepada Allah Swt agar semuanya dalam keadaan aman, nyaman, sehat, dan selamat.

Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Turhan Yani, M.A., Ketua Komisi Pendidikan Majelis Ulama (MUI) Indonesia Provinsi Jawa Timur & Direktur LPPM Universitas Negeri Surabaya (UNESA)


TERBARU