Kompas TV kolom opini

Haji dan Dakwah Ala Sang Rasul

Rabu, 22 Juni 2022 | 08:56 WIB
haji-dan-dakwah-ala-sang-rasul
HM. Zahrul Azhar Asumta, SIP., M.Kes. Wakil Rektor UNIPDU Jombang, Petugas Haji Indonesia di Arab Saudi (Sumber: Dok. Istimewa)

KompasTV Jawa Timur - Rasanya  tidak ada agama selain Islam yang mewajibkan umatnya untuk melakukan ritual massal sebagaimana ibadah haji. Ibadah haji yang keabsahannya mewajibkan pelakunya untuk melakukannya dalam satu waktu dan satu tempat tertentu membuatnya menjadi ritual keagamaan paling massif yang pernah ada. 

Aturan syariah dalam masalah haji ini membuat jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia berkumpul dalam satu ruang dan waktu. Mungkin yang agak menyerupai ritual haji, sekalipun perbandingan jumlahnya sangat jauh, adalah ibadah umat Hindu di Sungai Gangga, India. Atau, Kebaktian Agung di kompleks Basilika Santo Petrus yang memiliki luas area dua puluh tiga ribu meter persegi dengan kapasitas enam puluh ribuan. Bandingkan dengan luas kompleks Masjidil Haram yang mencapai 357 ribu meter persegi. Dengan luasnya ini, Masjidil Haram dapat menampung sekitar satu hingga dua juta orang di dalamnya.

Umat Muslim meyakini bahwa haji ada panggilan Allah. Para jamaah haji diundang oleh Allah untuk mengunjungi rumah-Nya. Melalui haji, Allah memerintahkan umat Muslim untuk menyaksikan kebenaran Islam sebagaimana yang telah dijabarkan melalui ayat-ayat-Nya dalam al-Qur’an. Haji adalah ujian terhadap keimanan dan ketauhidan. 

Perjalanan haji bukanlah perjalanan menapaktilasi kisah-kisah mitos yang dipenuhi dengan dongeng-dongen akan makhluk astral yang tak kasat mata. Sekalipun Allah Maha Kuasa menentukan segalanya, namun ganjaran yang dijanjikan Allah pada hambanya yang melaksanakan haji adalah surga, bukan hal-hal magis yang biasa dijanjikan para dukun sakti. Inilah yang termaktub dalam hadits yang sangat terkenal:  (Tidak ada pahala bagi haji mabrur kecuali surga).

Banyak yang bertanya, untuk apa haji ke Mekkah? Jika Allah bisa ditemui di mana pun kita berada, mengapa harus jauh-jauh pergi ke Mekkah? Menapaktilasi sejarah dan mengunjungi situs-situs atau objek yang tertulis dalam al-Qur’an dan terpahat dalam sejarah perjuangan para Nabi akan menambah keimanan kita. Manfaat mengunjungi sebuah objek dan mengalaminya secara langsung lebih baik dibanding hanya mendengar dari pihak lain adalah sebuah metode pendidikan yang telah diakui oleh para pakar. Setelah melihat dan mengalami langsung, diharapkan level keyakinan seseorang meningkat dari ainul yaqin ke haqqul yaqin. Sebegitu pentingnya hal ini, tidak mengherankan jika ketika kelompok Wahabi ingin menghancurkan situs-situs tersebut, gelombang protes datang dari para ulama dari seluruh dunia.  

Nabi Muhammad pasti menyadari bahwa suatu saat nanti umatnya memerlukan semacam historical evidance untuk menopang dan meningkatkan keimanannya. Apakah berarti umat Muslim lemah imannya karena seakan-seakan tidak cukup dengan penjelasan al-Qur’an? Sama sekali tidak. Allah sendiri berfirman bahwa ayat-Nya tidak hanya berupa ayat-ayat qauliyah (al-Qur’an), tapi juga kauniyah (fenomena yang bisa diindrai). Tentu saja kita saat ini tidak lagi bisa berharap ditunggui oleh para Sahabat Nabi. Kita tidak mungkin bisa mengharapkan sosok-sosok seperti Sayidina Abu Bakar atau Ali bin Abu Thalib atau As’ad bin Zurarah atau Sahabat Nabi lain untuk tetap idup bersama kita saat ini. Jarak waktu kita dengan mereka adalah empat belas abad lebih. Itulah mengapa tapak-tapak sejarah Nabi dan para Sahabatnya itu penting untuk tetap dilestarikan.

Dari sudut pandang jurnalisme, pentingnya situs-situs itu bagi kita saat ini seperti prinsip pencarian kebenaran dalam dunia jurnalisme. Salah satu dari lima prinsip inti jurnalisme (five core principles of journalism) adalah bahwa kebenaran dan akurasi (truth and accuracy) seorang jurnalis tidak selalu bisa menjamin ‘kebenaran’, tetapi yang ditekankan adalah mendapatkan fakta dengan benar. Keberadaan Ka’bah, bukit Shafa dan Marwah, Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, dsb. adalah bukti nyata atas seluruh kebenaran yang difirmankan Allah dalam al-Qur’an. Betapa beruntungnya jika hal-hal yang dinyatakan dalam al-Qur’an itu bisa ditemukan dalam kenyataan. Itulah yang saat ini bisa kita temukan melalui ibadah haji. 

Editor : Wahyu Anggana

1
2
3



BERITA LAINNYA


Close Ads x