Kompas TV kolom opini

Ekosistem Kebajikan Ramadan

Kamis, 23 Maret 2023 | 15:47 WIB
ekosistem-kebajikan-ramadan
KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua Umum DP MUI Provinsi Jawa Timur (Sumber: Dok.Istimewa)

KompasTV Jawa Timur - Alkisah, serombongan fakir miskin dari golongan Muhajirin datang mengeluh kepada Rasulullah SAW. “Ya Rasulullah," kata seorang dari mereka, "Orang-orang kaya telah memborong semua pahala hingga tingkatan yang paling tinggi sekalipun.”

Nabi SAW bertanya, "Mengapa engkau berkata demikian?" Lalu, seorang sahabat itu pun berujar, "Mereka salat sebagaimana kami salat. Mereka puasa sebagaimana kami puasa. Namun, giliran saat mereka bersedekah, kami tidak kuasa melakukan amalan seperti mereka. Mereka memerdekakan budak sahaya, sedangkan kami tidak memiliki kemampuan untuk melakukan itu."

Setelah mendengar keluhan orang fakir tadi, Rasulullah SAW tersenyum lantas berusaha menghibur para fakir itu dengan mengatakan begini: "Wahai sahabatku, suka kah aku ajarkan kepadamu amal perbuatan yang dapat mengejar mereka dan tidak seorang pun yang lebih utama dari kamu kecuali yang berbuat seperti perbuatanmu?"

Dengan sangat antusias, mereka pun menjawab serentak, "Tentu, ya Rasulullah." Kemudian, Nabi SAW bersabda: "Bacalah 'subhanallah', 'Allahu akbar', dan 'alhamdulillah' setiap selesai salat masing-masing 33 kali." Setelah menerima wasiat Rasulullah SAW, mereka pun pulang untuk mengamalkannya.

Tak lama berselang, setelah beberapa hari berlalu, para fakir miskin itu kembali menyampaikan keluhannya kepada Rasulullah SAW. "Ya Rasulullah, saudara-saudara kami orang kaya itu mendengar perbuatan kami, lalu mereka serentak berbuat sebagaimana perbuatan kami."

Maka, Nabi SAW bersabda, "Itulah karunia Allah SWT yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki."

Kalimat yang disampaikan Rasulullah tersebut merupakan petikan dari Alquran surah an-Nur ayat 38. Artinya secara lengkap sebagai berikut: "(Mereka melakukan itu) agar Allah memberi balasan kepada mereka dengan yang lebih baik dari pada apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Dia menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas."

Hadis sahih di atas menggambarkan betapa besarnya motivasi berbuat kebajikan. Motivasi itu berlaku baik pada orang-orang miskin maupun orang-orang kaya. Mereka didorong untuk sungguh-sungguh berlomba-lomba dalam kebajikan.

Saat kebajikan dilakukan oleh satu orang, bukan berarti kebajikan itu akan berkurang saat dilakukan atau ditiru oleh orang lain. Kebajikan akan selalu berkembang dan membiak saat sudah menjadi bagian dari napas hidup semakin banyak orang.

Kebajikan tak akan mengalami proses degradasi karena ditiru dilakukan pula oleh orang lain. Justeru, kebajikan akan mengalami defisit dan degradasi aktualisasi jika ia tidak lagi menjadi perhatian dalam cara berpikir dan bertindak umat manusia.

Karena itulah, kebajikan membutuhkan ekosistem. Para wali, seperti pada lagu Tambo Ati oleh Kanjeng Sunan Bonang, mengingatkan begini: wong kang sholeh kumpulono. Bergaullah dengan orang-orang sholeh. Biasakanlah bersama orang-orang baik.

Mengapa para wali mengajarkan seperti itu? Sederhana sekali jawabannya. Itu semua karena para wali sedang mengajarkan kepada kita semua: jangan sepelekan ekosistem sosial. Jangan remehkan mata rangkai hidup anggota masyarakat. Mereka akan menjadi pilar lingkungan yang memungkinkan suatu nilai tumbuh atau runtuh. Tumbuh atau mati.

Itulah yang disebut dengan ekosistem. Kebajikan pun butuh ekosistem. Itu semua dibutuhkan agar manusia bisa berada dalam proses pengkondisian di atas nilai kebajikan itu. Karena, iman itu bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Al-imanu yazidu wa yanqushu.

Ramadan disediakan sebagai momentum untuk menciptakan ekosistem kebajikan. Ramadan diciptakan oleh Allah SWT untuk menyediakan ekosistem kebajikan yang luar biasa besar bagi kita semua. Setiap detak jantung, setiap desahan napas, dan setiap langkah yang kita ayunkan menjadi sarana untuk menebar kebajikan.

Tidak ada ekosistem kebajikan sebesar dan semasif momentum Ramadan. Rutin, tahunan, dan bahkan berstatus wajib oleh setiap Muslim mukallaf. Di mana saja. Kecuali kondisi tertentu yang dibenarkan syariat.

Ramadan menjadi gelombang besar bagi umat untuk membiasakan kebajikan. Memang, dalam momentum apapun dan kapanpun, setiap ibadah dihitung oleh Allah SWT. Namun yang spesial dari Ramadan, momentum puasa ini bisa menggerakkan semua umat untuk menjaga diri dalam kebajikan.

Rumus besarnya memang ibadah puasa. Namun, rangkaian kebajikan lain menyertainya. Membaca Alquran, bersedekah, qiyamul lail, hingga istirahat sekalipun menjadi ibadah lain yang menjadi ikutan dan dilakukan massif oleh semua Muslim mukallaf.

Selamat menunaikan ibadah puasa. Selamat berada dalam ekosistem kebajikan. Jangan sia-siakan setiap datangnya Ramadan. Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita semua untuk mengisi Ramadan dengan segala kebajikan.

Oleh: KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, Ketua Umum DP MUI Provinsi Jawa Timur

Editor : Luky Nur Efendi




BERITA LAINNYA


Close Ads x