Kompas TV regional jawa timur

Unjuk Kekuatan Politik Kaum Santri dan Pemilu Damai

Sabtu, 21 Oktober 2023 | 07:11 WIB
unjuk-kekuatan-politik-kaum-santri-dan-pemilu-damai
Prof. Dr. H. Muhammad Turhan Yani, M.A. Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Direktur LPPM Universitas Negeri Surabaya, dan Ketua Komisi Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur (Sumber: Dok. Istimewa)

Surabaya, Kompas.TV Jawa Timur - Bulan Oktober menjadi bulan istimewa bagi kalangan santri dan kiai. Dalam Sejarah bangsa Indonesia bulan Oktober menjadi bulan di mana para santri dan kiai telah melakuan unjuk kekuatan dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dari cengkeraman penjajah. Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, bulan Oktober, tepatnya tanggal 22 Oktober telah ditetapkan menjadi Hari Santri Nasional. Pada momentum peringatan Hari Santri Nasional selalu diperingati oleh umat Islam Indonesia dengan berbagai kegiatan yang memberikan edukasi sejarah bangsa, dan lain sebagainya.

 

Kini santri dan kiai telah menunjukkan kekuatan kiprah politiknya dalam suksesi kepemimpian nasional sesuai peran masing-masing. Fakta ini menjadi suguhan menarik dalam dinamika perpolitikan di Indonesia, khususnya pasca reformasi. Dalam tahun politik ini, artikel kami yang berkaitan dengan orientasi politik kiai Nahdlatul Ulama (NU) dalam perpolitikan di Indonesia dengan judul ”Advancing the discourse of Muslim politics in Indonesia: A study on political orientation of Kiai as religious elites in Nahdlatul Ulama” telah dipublikasikan di jurnal internasional bereputasi (JIB) Jurnal Heliyon terindeks Scopus quartil 1 (Q1) bulan November 2022 telah memberikan gambaran betapa penting kiprah santri dan atau kiai dalam dinamika perpolitikan di Indonesia, khususnya pasca reformasi, dimulai dari KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai presiden pada masanya, KH. Hasyim Muzadi (Calon Wakil Presiden), KH. Sholahudin Wahid (Calon Wakil Presiden), Jusuf Kalla (Wakil Presiden terpilih pada masanya), dan Sandiaga Uno (Calon Wakil Presiden) adalah deretan kalangan kiai dan atau santri dari Ormas terbesar di Indonesia, Nahdhatul Ulama (NU) yang pernah ikut menyemarakkan pesta demokrasi di Indonesia, dan yang terpilih sebagai Wakil Presiden pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019 adalah Prof Dr KH. Makruf Amin (Tokoh NU).

 

Kini menjelang suksesi kepemimpinan nasional tahun 2024, figur Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden RI yang telah dideklarasikan, semuanya adalah santri dalam pengertian sederhana. Ini tentu berbeda dengan konsep dan kategori santri menurut teorinya Clifford Gertz yang membedakan santri dan non santri secara detail dengan klasifikasi santri, priyayi, dan abangan. Dalam pengertian sederhana pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden menurut parameter umum semuanya adalah santri, minimal semua peserta kontestasi Pilpres tersebut pernah atau beberapa kali sowan kepada para kiai dan berkunjung ke pesantren, terlepas dari berapa karat kualitas kesantriannya terserah publik menilainya. Adalah calon presiden dan calon wakil presiden yang pertama kali dideklarasikan oleh partai pengusungnya, Anies Rasyid Baswedan adalah santri dan akademisi, Muhaimin Iskandar santri dan politisi. Calon presiden dan calon wakil presiden yang dideklarasikan berikutnya adalah Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Ganjar adalah santri dan politisi, minimal beberapa kali telah sowan kepada kiai dan berkunjung ke pesantren. Mahfud MD adalah santri dan akademisi, walaupun Mahfud juga pernah menjadi politisi, akan tetapi lebih kental sebagai akademisi. Calon presiden berikutnya sambil menunggu pasangan calon wakil presiden yang akan menjadi pasangannya, Prabowo juga santri, karena beberapa kali telah sowan kepada kiai dan berkunjung ke pesantren. Sekalipun Prabowo adalah tentara, dia termasuk hobi silaturrahmi ke pesantren dan sering sowan kepada kiai. Meminjam istilah dan kategori jurnal internasional bereputasi ada kategori quartile satu (Q1), Q2, Q3, dan Q4. Masing-masing dengan impact factor-nya dapat diukur dan dinilai berapa kualitas jurnal tersebut. Demikian pula standar kualitas kesantrian para calon presiden dan calon wakil presiden RI dapat dianalogikan berapa karat kualitas santri dari masing-masing calon presiden dan calon wakil presiden, publik dapat menelusuri background dan rekam jejaknya, serta memilih sesuai kemantapan masing-masing untuk menentukan pilihannya.

 

Dari background organisasi yang pernah diikuti oleh masing-masing calon presiden dan calon wakil presiden saat menjadi mahasiswa juga menarik ditelusuri. Anies Rasyid Baswedan adalah kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Muhaimin Iskandar kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), bahkan pernah menjadi Ketua Umum PB PMII, Ganjar Pranowo kader Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Mahfud MD kader HMI, Prabowo Subianto adalah tentara, dan pasangan Prabowo masih teka-teki karena sampai artikel ini ditulis, pasangannya belum dideklarasikan (wait and see). Semua calon presiden dan calon wakil presiden tersebut pada dasarnya adalah “santri nasional”, mereka merasa terpanggil untuk ikut membangun negeri tercinta, Indonesia melalui jalur politik yang dipilih dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024.

 

Sebagai bangsa Indonesia kita mengapresiasi para calon presiden dan calon wakil presiden yang telah diusung oleh partai koalisi masing-masing, mereka semua dipandang sebagai kader terbaik bangsa Indonesia yang diharapkan dapat mengemban amanah memimpin negeri tercinta Indonesia untuk lima tahun ke depan, tinggal kedaulatan rakyat dengan ijin Tuhan Yang Maha Kuasa dan sebagai Pemilik Kekuasaan Mutlak akan ditakdirkan kepada siapa yang dikehendaki, yang penting semua calon, partai pendukung, dan masyarakat Indonesia tetap saling menghormati dan mengedepankan persatuan dan kesatuan, semboyan Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tetapi tetap satu juga tetap dipegang dengan kokoh, berbeda calon yang diusung, berbeda pilihan partai politik, berbeda partai pendukung, dan berbeda dalam berbagai hal tidak menjadi kendala bagi semua pihak untuk tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan. Ini poin penting yang penting diperhatikan dan dibiasakan dalam kompetisi apapun, termasuk dalam perhelatan pemilu presiden dan wakil presiden, pemilu legislatif, pemilu kepala daerah, dan pemilihan pemimpin dalam berbagai bidang dan skala lokal.

 

Dalam konteks keterlibatan kiai dalam perpolitikan di Indonesia yang lebih menarik adalah semua calon presiden dan calon wakil presiden didukung oleh kiai, publik tinggal mengidentifikasi kiai mana saja yang mendukung calon-calon tersebut. Dalam tahun politik semua calon telah sowan kepada kiai, meminta doa restu, dan arah dukungan kiai siapa kepada calon siapa juga bisa diamati. Yang lebih istimewa walaupun para kiai berbeda-beda dalam memberikan dukungan kepada calon wakil presiden dan calon wakil presiden, tidak ada satupun kiai yang menolak untuk dikunjungi oleh para calon tersebut. Kiai dan pesantren terbuka menerima kunjungan atau sowan-nya para calon. Inilah sesungguhnya salah satu dari best practice politik kiai, yang mengedepankan penghormatan kepada siapapun sekalipun tidak dalam satu dukungan dengan calon, kiai tetap terbuka untuk disowani, alias tidak menolak.

 

Di antara komunitas kiai yang berbeda dalam memberikan dukungan kepada pasangan calon presiden dan calon wakil presiden juga tidak terjadi polarisasi yang menunjukkan ketegangan dan perpecahan di antara para kiai. Para kiai tetap memberikan keteladanan dalam menjalankan politik kebangsaan, dengan menunjukkan sikap saling menghormati dan tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan. Situasi politik yang demikianlah yang sedang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yang rindu akan kedamaian sekalipun pada saat bersamaan telah berlangsung perhelatan demokrasi dalam suksesi kepemimpian nasional. Kita juga berharap kepada para calon presiden dan calon wakil presiden serta partai pendukung masing-masing untuk mengikuti apa yang dicontohkan oleh para kiai dalam perpolitikan. Dalam artikel riset kami yang telah dipublikasikan di JIB bulan November 2022, dikemukakan sesungguhnya keterlibatan kiai dalam perpolitikan adalah untuk memberikan keteladanan dan rambu-rambu bahwa politik itu penting dijalankan secara etis, kompetisi sehat, tanpa melakukan kampanye negatif dan kampanye hitam, supaya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini berjalan dengan damai dan masyarakat terpenuhi rasa keadilan dan kemakmurannya. Wallahu A’lam Bisshawab.

 

  

Editor : Wahyu Anggana




BERITA LAINNYA


Close Ads x