Program yang berhasil menembus Asian Girls Campaign itu, berawal dari dirinya resah melihat pendidikan anak-anak jalanan (anjal). Ia ingin membantu mereka secara berkelanjutan. Kemudian, membuat proposal dengan penjelasan yang rinci terkait masalah tersebut dan akhirnya lolos, dan dipanggil untuk interview.
Dalam program gagasannya nanti, selain membaca, ia juga akan membiasakan anak-anak komunikasi dua arah dengan bercerita hasil dari bacaanya. Supaya pemahaman akan semakin dalam.
“Saya merasa keterbatasan literasi mereka itu bukan dalam bentuk buku saja, tapi juga support literasi. Misalkan, anak-anak SD untuk mencari unsur tokoh protagonis, antagonis. Itu kadang masih susah, mendapat kesimpulan juga kadang masih susah,” katanya.
Ia percaya, program pemberdayaan melalui peningkatan literasi itu akan berdampak besar bagi kehidupan anak-anak jalanan jika dilakukan dengan secara berkelanjutan. Aspek keberlanjutan ini, lanjut siswi yang berusia 17 tahun pada 4 April 2025 lalu itu, diupayakan lewat metode kolaborasi pentahelix melibatkan pemerintahan, dunia usaha, komunitas, media, dan perguruan tinggi.
“Kalau dilakukan secara rutin, ini akan mengasah mereka, karena literasi ini kan bukan sesuatu yang bisa diukur dalam setahun-dua tahun. Jadi dampak dan prosesnya itu dalam jangka panjang,” tuturnya.
Program tersebut, akan ia terapkan lebih maksimal lagi, pada bulan Agustus 2025 mendatang, ketika tuntas menjalani kegiatan camp Asia Girls Campaign selama seminggu di Taiwan.
Sementara itu, Eko Redjo Kepala SMANISDA bersyukur anak didiknya bisa menembus Asia Girls Campaign. Ia memastikan, akan terus mendukung siswa-siswi untuk berprestasi.
“Sangat bersyukur, karena dua tahun berturut-turut lolos. Dulu ada juga yang membahas tentang lingkungan, sekarang soal problem sosial remaja,” ujarnya.
Editor : Wahyu Anggana