Haji dan Samudera Teladan dari Nabi
Opini | Senin, 20 Juni 2022 | 11:19 WIBKompasTV Jawa Timur - Saat ini, perjalanan haji bukanlah sebuah pertaruhan hidup atau mati. Kini, ibadah haji sangat dimanjakan oleh fasilitas yang memudahkan. Kita berangkat menggunakan pesawat yang sanggup menempuh jarak 7.980 km (Jakarta-Jeddah) hanya dalam waktu 9-10 jam. Sesampai di Mekkah, kita akan masuk ke kamar hotel berbintang, dengan kamar be-AC, ranjang yang empuk dan bersih, kamar mandi dengan fasilitas air hangat. Tak perlu repot masak, kita disiapkan makan pagi, siang dan sore yang dimasak oleh para juru masak pengalaman. Jika bosan masakan yang disiapkan panitia, kita hanya perlu melangkahkan kaki beberapa jangkah untuk menemukan “toko Indonesia” yang menyediakan berbagai keperluan kita, termasuk mie instan yang seringkali menjadi makanan idaman di saat kelaparan atau sedang malas dengan masakan rumahan.
Mau ke Masjidil Haram? Tersedia bus 24 jam yang siap mengantar dan menjemput kita. Masuklah ke area Masjidil Haram, kesejukan AC-nya akan memanjakan kita. Keramik kualitas tinggi membuat kita tak akan pernah merasakan panas di telapak kaki kapan pun kita melakukan thawaf. Jangan pernah membayangkan kita akan menahan haus dan panas saat berjalan antara bukit Shafa dan Marwa. Bahkan kita tidak menyadari bahwa kita berada di antara dua bukit, karena area sa’i sepenuhnya berada di dalam masjid. Saat melakukan sa’i bolak-balik dari Shafa ke Marwa, kita hanya akan merasakan seperti berjalan dari satu ujung ke ujung lain dalam sebuah area tertentu di dalam masjid. Panas? Sama sekali tidak. Bahkan jika kita sa’i di malam hari, tubuh kita akan sedikit menggigil karena kedinginan. Air putih (Zamzam) tersedia di mana-mana.
Lelah beribadah di Masjidil Haram atau tiba-tiba Anda merasa lapar dan perlu makan? Keluarlah ke halaman masjid, tepat di depan mata, Anda akan menemukan kompleks Makkah Royal Clock Tower atau yang juga disebut Abraj Al-Bait Towers. Ini merupakan kompleks mall, hotel, hunian, dan museum. Bangunan yang tingginya mencapai 601 meter ini merupakan satu dari sepuluh bangunan tertinggi di dunia. Di sini, Anda bisa menemukan restoran, cafe, hypermart, atau toko cinderamata. Tinggal lihat berapa uang yang tersedia di dompet Anda.
Jika ingin kembali ke masjid, silakan karena Anda hanya butuh beberapa langkah kaki untuk memasuki kompleks masjid. Jika ingin istirahat, silakan kembali ke hotel, dan nikmati kelembutan tilam bersih yang menutupi ranjang Anda. Sungguh, fasilitas yang menggiurkan bukan?
Tapi Mekkah tetaplah Mekkah. Keluarlah dari hotel di siang hari tanpa fasilitas-fasilitas yang saya sebutkan di atas. Anda akan langsung disergap panas yang seakan mau membakar tubuh. Siang hari, suuhunya bisa mencapai 40 derajat celcius. Sangat panas dan kering. Arahkan mata Anda ke seluruh penjuru mata angin, di balik bangunan-bangunan hotel yang bertebaran, Anda hanya akan menemukan perbukitan batu hitam yang kegagahannya hanya memberi kesan kehampaan dan keputusasaan. Jangan pernah mencoba berjalan kaki tanpa alas di siang hari, karena hal itu berarti Anda membakar tapak kaki Anda sendiri dalam pengertian yang sebenarnya.
Lalu, marilah kita membayangkan Mekkah 1.400 tahun yang lalu, tepatnya di tahun 632 M, saat Nabi bersama rombongan Sahabatnya menunaikan haji. Lenyapkan seluruh fasilitas modern yang saya sebutkan di atas, Mekkah hanyalah sebuah daerah yang hamparannya berupa pasir yang dipaku oleh bukit-bukit batu hitam. Tak ada pemandangan sebuh kota. Yang ada hanyalah pemukiman dari batu dan tenda-tenda.
Lazuardinya bukanlah sebuah keindahan langit biru karena terik mataharinya memanggang apapun yang ada di bawahnya. Dalam situasi kekejaman alam seperti itu, hari-hari bisa berupa perjuangan untuk sekedar menghindari kematian. Panas, kering, kehausan, berpadu dengan angin gurun yang mematikan. Mata air adalah salah satu kekayaan mewah di samping onta. Tak ada kecepatan apapun yang bisa mengantar orang melintasi padang gurun kecuali kuda atau onta.