Haji dan Samudera Teladan dari Nabi
Opini | Senin, 20 Juni 2022 | 11:19 WIBMembaca larik-larik doa Nabi di atas sambil membayangkan kekhusyukan beliau di bawah sengatan matahari Arafah, rasanya tak ada bahasa yang bisa melukiskan kemuliaan manusia agung ini. Jika Allah pernah menciptakan manusia sempurna, itu adalah Nabi Muhammad. Inilah manusia yang digambarkan Allah sebagai manusia dengan akhlak yang sangat agung (al-Qalam:4); yang sangat tinggi belas kasih dan sayangnya kepada manusia (al-Taubah:128); yang perilakunya adalah teladan bagi siapa saja yang menginginkan ridha Allah dan pahala akhirat (al-Ahzab:21).
Manusia seperti inilah yang bersimpuh, menghiba, dan menangis ke haribaan Allah dan mengakui dosa-dosanya. Manusia seagung inilah yang gemetaran berharap perlindungan, kasih sayang, dan pelukan dari Allah. Manusia semulia inilah yang menyenandungkan doa dengan kepala tepekur sambil menghiba agar tidak dijadikan sebagai hamba yang celaka.
Lalu, manusia macam apa kita yang setiap hari begitu pongah? Manusia macam apa kita yang hanya karena shalat merasa sebagai manusia paling mulia? Manusia macam apa kita yang hanya karena zakat merasa paling agung derajatnya? Manusia macam apa kita yang hanya karena puasa merasa paling suci hidupnya? Manusia macam apa kita yang hanya karena haji merasa seakan sudah bisa menyegel surga?
Membaca baris-baris doa Nabi yang begitu dalam, terbayang betapa dekatnya Nabi Muhammad dengan Allah hingga doa itu seperti “percakapan” antara hamba dengan Gustinya. Tapi sebegitu dekat Nabi dengan Allah, sebegitu kasmaran Nabi akan cinta Allah, beliau tidak pernah melarikan diri dari umatnya. Beliau tidak meninggalkan umatnya untuk memuasi kekhusyukan personalnya dengan Allah. Manusia inilah yang dalam kekhusyukan yang tak terperikan di Padang Arafah itu, menyampaikan khutbah yang isinya seruan agar umatnya tidak lagi saling membunuh, tidak mengambil harta orang lain, dan tidak merendahkan kehormatan orang lain.
Inilah sepenggal khutbah beliau yang disampaikan di Arafah:
Artinya: “Sesungguhnya menumpahkan darah, merampas harta sesamamu, dan merendahkan kehormatan sesamamu adalah haram sebagaimana keharaman berperang pada hari ini, di negeri ini, dan pada bulan ini.
Inilah haji yang diteladankan oleh Rasulullah Muhammad. Kedalaman dan kesempurnaannya tak bisa lagi dijelaskan dengan kata-katan. Hingga di penghujung akhir tulisan ini, kemuliaan dan keagungan beliau adalah keteladanan yang tak akan bisa ditulis dengan tinta seluas samudera.