Ramadan, Substansi Pendidikan, Digitalisasi dan Merdeka Belajar
Opini | Minggu, 9 April 2023 | 14:49 WIBOleh karena itu sekalipun pemanfaatan teknologi informasi menjadi keniscayaan dalam proses pendidikan dan pembelajaran pada era revolusi industri 4.0 saat ini, masih sangat penting dan diperlukan jalinan ikatan emosional dan sosial antara pendidik dan anak didik, kebutuhannya tidak hanya didasarkan pada materi teori dan praktek, akan tetapi didasarkan pada kebutuhan pentingnya sebuah interaksi langsung antara pendidik dan anak didik agar terjalin ikatan psikologis dan sosiologis, walaupun tidak secara keseluruhan dalam program pendidikan yang direncanakan. Dalam konteks ini sangat baik apa yang disampaikan oleh Rektor Universitas Indonesia, Prof. Ari Kuncoro (2023) dalam sebuah orasi ilmiah, menurutnya pendidikan dalam prakteknya tidak bisa hanya disampaikan secara online atau digital saja karena dalam pendidikan ada proses penanaman sikap dan keteladanan, dan itu membutuhkan interaksi secara langsung antara pendidik dan anak didik.
Di tengah digitalisasi pendidikan saat ini, substansi pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas tetap harus dijaga dengan baik, konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara juga sangat penting direfleksikan terkait kemerdekaan belajar dalam konteks kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Lebih lanjut menurutnya jadikanlah anak didik sebagai manusia merdeka. Secara spesifik merdeka belajar menunjukkan bahwa anak didik menjadi manusia merdeka dalam menentukan belajar dalam berbagai aspeknya dengan tetap dalam bimbingan guru, yang dalam konteks kebijakan pendidikan saat ini dikenal dengan MBKM atau Kurikulum Merdeka.
Menjadikan pendidik yang merdeka tidak berarti bebas melakukan apa saja, kesadaran yang perlu ditumbuhkan kepada pendidik adalah bahwa mendidik adalah amanah atau kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan untuk ditunaikan dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab, dan di dalam amanah tersebut ada hak anak didik mendapatkan transformasi keteladanan, ilmu, pengalaman, dan nilai-nilai luhur.
Wallahu A’lam Bisshawab.
Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Turhan Yani, M.A., Ketua Komisi Pendidikan Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jatim & Direktur LPPM Universitas Negeri Surabaya (UNESA)