PBNU Perkuat Posisi Syuriah di Era Digital dengan PPWK

Jawa timur | Sabtu, 19 Juli 2025 | 13:30 WIB
Rois Aam, Wakil Rois Aam, Ketua Umum PBNU, Menteri Agama dan peserta PPWK (Sumber: Istimewa)

Surabaya, KompasTV Jawa Timur - PBNU memberi penguatan peran Syuriah/ulama di era digital dengan mengadakan Pendidikan Pengembangan Wawasan Keulamaan (PPWK) perdana di Surabaya pada 17-20 Juli 2025.

Alasan mendasar, syuriah/ulama selama 3-4 dekade terakhir hanya menjadi "stempel" NU. Padahal NU berdiri pada 31 Januari 1926 sebagai organisasi para ulama.

"Era digital justru memungkinkan pertengkaran sesama NU seperti agama kurang berperan. Jadi perang digital mudah terjadi di lingkungan yang berjumlah besar. Maka PPWK harus bisa menjawab bagaimana NU bisa menyatukan jamaah NU mulai politisi, birokrasi, akademisi, grass root, dan pesantren," kata Wakil Rais Aam PBNU KH Anwar Iskandar saat membuka PPWK di Surabaya.

Pembukaan di Pesantren Miftachussunnah, Kedung Tarukan, Surabaya dihadiri Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib Aam PBNU KH Ahmad Said Asrori, dan Prof Mohammad Nuh (Ketua Panitia).

KH Anwar Iskandar mengutip "spirit" KH Imron Hamzah (Rois Syuriah PWNU Jatim 1992-2002) mengungkapkan, kita perlu mengutamakan pendapat NU, meski berbeda pendapat.

"Jangan curiga dulu, karena keputusan NU  sudah melalui musyawarah ulama dari berbagai sudut pandang yang mungkin tidak kita ketahui," urainya.

Dijelaskan, mudzakarah PBNU melalui PPWK diikuti 64 ulama dari PBNU, Jawa, Lampung, dan NTB untuk penguatan peran syuriah.

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan kalau baca Qonun Asasi NU yang dirumuskan muassis NU Hadratussyeikh KHM Hasyim Asy'ari,  sudah jelas bahwa NU itu memanggil ulama untuk menghadapi perubahan peradaban.

"Jadi pemilik NU itu ulama, sedangkan non-ulama itu hanya pengikut dan bukan pemilik," katanya.

Menurut Gus Yahya, posisi ulama dalam Qonun Asasi itu masih terjaga selama kepemimpinan tiga muassis NU sebagai syuriah yakni KH M Hasyim Asy'ari, KH Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri.  

Namun mulai ada perubahan pada era KH Ali Maksum (Rais Aam PBNU 1981-1984), karena memang murni dari pesantren dan tidak pernah berproses di organisasi.

"Apalagi, Ketua Umum PBNU saat itu KH Idham Chalid, kemudian ada Gus Dur, sehingga syuriah pun tenggelam perannya, bahkan NU juga mengalami 'banjir' sarjana. Itu berbeda dengan Rais Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar sekarang yang selain dari pesantren juga berproses di NU sejak ranting, MWC, cabang/PCNU, wilayah/PWNU, hingga PBNU," katanya.

Ketua Panitia PPWK Prof DR H Mohammad Nuh DEA menjelaskan kegiatan ini bertujuan meningkatkan kapasitas kader/ulama dengan narasumber PPWK, seperti KH Ma'ruf Amin, Prof KH Nazaruddin Umar, KH Mustofa Bisri dan KH Said Aqil Sirodj.

"PPWK bukan sekadar pelatihan, tapi menyajikan dialektika antara logika ala Nabi Musa dengan wisdom ala Nabi Khidzir.  Ulama itu memang bukan hanya teknis, tapi juga terampil dalam memadukan dua layanan NU yakni layanan keagamaan dan layanan non-keagamaan,"  kata M Nuh.

Hasil riset Alvara menunjukkan kebutuhan jamaah NU (di luar keagamaan) adalah tiga hal penting yakni kesehatan 31,6 persen, pendidikan 26 persen, dan ekonomi 23,3 persen.

Secara teknis, metode PPWK adalah interaktif, Focus Group Discussion (FGD), simulasi kepemimpinan, studi kasus nyata, kajian jejaring lintas wilayah dan generasi.


TERBARU