Sidang Ungkap Permainan Mafia Tanah BPN Gresik
Jawa timur | Rabu, 24 September 2025 | 13:04 WIBGresik, KompasTV Jawa Timur - Bobroknya sistem kinerja BPN Kabupaten Gresik dalam pengurusan sertifikat hak milik terungkap dalam sidang lanjutan Pengadilan Negeri Gresik. Kasus yang menyeret notaris Reza Andrianto dan Asisten Surveyor Kadastral (ASK) Adhienata Putra Deva diketahui menggunakan jasa orang dalam (pegawai BPN).
Dalam sidang yang berlangsung hingga malam di Pengadilan Negeri Gresik pada Senin (22/9/2025) itu, Majelis Hakim menduga banyak pihak yang terlibat. Sehingga dalam kasus tersebut, korban harus kehilangan tanah Seluas 2.292 meter persegi di Wilayah Manyar.
Itu setelah sejumlah pertanyaan dilontarkan majelis hakim kepada dua saksi yang dihadirkan JPU (Jaksa Penuntut Umum). Kedua saksi itu yakni Esthi Rahayu selaku verifikator berkas dan Aris Febrianto selaku asisten verifikator yang saat itu bertugas di BPN Gresik pada 2022 silam.
Kepada Hakim, Aris Febrianto mengakui telah menerima yang pertama kali berkas dari Deva. Dalam berkas permohonan tersebut, Deva membawa permohonan dari Tjong Cien Sing.
"Saya yang pertama kali menerima berkas pemohonan mengatasnamakan Tjong Cien Sing. Namun saat itu dibawa oleh terdakwa Deva," kata Febrianto.
Anehnya, Febrianto menyatakan berkas tersebut lolos verifikasi. Padahal tidak diajukan langsung oleh pemohon maupun kuasa pemohon.
"Saya loloskan karena sudah biasa dan saling percaya," tambahnya.
Menurutnya, hal tersebut sudah biasa dan sering terjadi. Apalagi pada map permohonan terdapat kode khusus bertuliskan nama Budi Riyanto yang saat ini masih menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang).
"Jalur orang dalam, saling percaya saja karena sudah biasa," ungkapnya setelah dicecar Majelis Hakim.
Hal tersebut diakui oleh saksi Esthi Rahayu. Saat dicecar pertanyaan Majelis Hakim, Esthi mengakui ada beberapa oknum pensiunan BPN Gresik yang masih memiliki akses untuk mengurus sertifikat.
"Yang paling sering ya Budi, cuman saya sudah jarang sekali bertemu," ungkapnya.
Meski demikian, perempuan yang bertugas di BPN Gresik sejak 1995 itu mengaku tidak pernah menerima berkas permohonan via jalur orang dalam.
"Saya tidak ikut menandatangani, namun sudah ada kode billing pembayaran berkaitan dengan surat perintah setor," ungkapnya.
Alhasil, berkas tersebut bisa terus diproses hingga berlanjut pada penerbitan blangko dan SHM baru. Sialnya, luas tanah justru berkurang hingga merugikan korban Tjong Cien Sing. Esthi baru mengetahui polemik tersebut setelah dipanggil oleh tim penyidik Polres Gresik.
"Kami yang diperiksa polisi juga sudah melapor ke pimpinan. Namun tidak pernah ada sanksi atau evaluasi atas permasalahan itu," ujarnya kepada Majelis Hakim.
Seluruh keterangan tersebut membuat Majelis Hakim geram. Bahkan, menyarankan para saksi segera pensiun.
"Anda kayak gini mending pensiun saja. Karena banyak yang ditutupi, aneh, dan janggal," tegas Hakim Ketua Sarudi.
Hal tersebut merujuk pada peran aktor utama yang memerintahkan berkas tersebut agar bisa tetap diproses. Sehingga, bisa terus bergulir tanpa melalui prosedur.
"Kami ingatkan bahwa sidang masih panjang, jika ada ketidakcocokan fakta dengan saksi lainya. Kami bisa memerintahkan JPU untuk membuat dakwaan atas keterangan palsu," kata Sarudi.
Hal senada juga disampaikan Hakim Anggota M. Ainur Rofiq. Yang menyoroti kinerja sembrono yang dilakukan pegawai BPN. Lantaran banyak celah maladministrasi yang bisa merugikan banyak pihak.
"Kebetulan saja pihak korban ini melapor, jangan-jangan banyak kasus serupa yang terjadi. Ini mengungkapkan bobroknya kinerja BPN. Saya aja ingin lihat nomor surat tanah susahnya minta ampun, apalagi menjadikan sertifikat tanah. Ini kok mudah," ungkapnya curiga.
Sidang pun ditunda pada Kamis (25/9) mendatang. Majelis Hakim meminta agar JPU kembali menghadirkan tiga saksi lainya.
"Untuk mengetahui pihak lainya yang ikut terlibat," pungkasnya.