Tidak diragukan lagi bahwa Pancasila mengandung dimensi spiritual yang sangat mendalam. Dimensi spiritual tersebut oleh bangsa Indonesia dijadikan sebagai pijakan dasar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan keadilan yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia untuk selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut yang dimaksudkan sebagai dimensi spiritual Pancasila. Dalam kehidupan generasi muda Indonesia, pengamalan Pancasila sangat penting untuk memproteksi diri dari berbagai pengaruh negatif dari globalisasi di berbagai bidang. Pengamalan Pancasila bagi generasi muda juga sangat penting seiring dengan maraknya radikalisme yang mulai masuk pada kehidupan sebagian generasi muda Indonesia akhir-akhir ini.
Dalam konteks ini, spirit Ramadhan menjadi momentum penting untuk revitalisasi nilai-nilai Pancasila pada generasi muda Indonesia. Oleh karena itu Presiden RI Joko Widodo menyampaikan bahwa para generasi muda hendaknya sering mengunggah Pancasila di media sosial, agar mereka selalu ingat akan nilai-nilai Pancasila.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agama dan Pancasila memiliki titik temu yang sama-sama menjadi sumber, baik sumber Ilahiyah (Ketuhanan) maupun sumber Insaniyah (Kemanusiaan). Agama (Islam) sumbernya adalah Ilahiyah yang terpancar ke dalam Pancasila. Pancasila memiliki dimensi sumber ilahiyah karena cerminan dari pancaran ajaran agama dan sekaligus dimensi insaniyah (rumusan ijtihadiyah dari para pendiri bangsa) yang sangat arif dan bijaksana. Bahkan menurut Lukman Hakim Saifuddin (Mantan Menteri Agama RI), sila-sila dalam Pancasila semuanya adalah bersumber dari ajaran agama Islam.
Implementasi Nilai Ketuhanan
Dalam perspektif agama, ketuhanan merupakan bagian yang sangat mendasar dari keyakinan setiap agama. Bahkan ketuhanan menjadi dasar pijakan bagi manusia dalam bersikap dan bertindak, dan juga sering kita dengar ungkapan-ungkapan sebagai berikut: Saya bertindak atas nama Tuhan. Demi Tuhan bahwa apa yang saya lakukan ini adalah benar, Tuhan menjadi saksi atas apa yang saya lakukan, dan lain sebagainya. Ungkapan-ungkapan tersebut menunjukkan bahwa manusia dalam bersikap dan bertindak merasa lebih mantap kalau Tuhan menjadi landasannya, apalagi kalau aktivitas tersebut untuk suatu persaksian maka Tuhan akan selalu dijadikan sebagai pembenarnya. Pembenaran dengan menyebut nama Tuhan dapat dibenarkan apabila kenyataan dari apa yang dipersaksikan itu memang benar. Sikap dan perilaku yang dilakukan oleh seseorang dibenarkan untuk menggunakan atas nama Tuhan apabila hal tersebut positif dan dapat bermanfaat bagi umat manusia. Bagaimana dengan sikap dan perilaku generasi muda Indonesia ? Apakah nilai-nilai ketuhanan telah menjadi pijakan dasarnya ?
Dalam konteks kehidupan generasi muda, pertanyaan sederhana tersebut tidak mudah penerapannya karena realitas kehidupan generasi muda sangat kompleks. Pertama, era digital sekarang, pengaruh teknologi informasi mempengaruhi kehidupan kalangan anak muda, baik terkait dengan konten, misalnya ujaran kebencian, berita hoax, pornografi, dan lain sebagainya, maupun terkait dengan jaringan yang mengarah pada perilaku negatif lainnya. Kedua, pergaulan anak-anak muda pada era sekarang lebih sering mendapat suguhan hedonis-materialis dari lingkungan, baik dari media sosial maupun dari kehidupan riil sebagian masyarakat. Realitas demikian pelan tapi pasti berdampak pada cara berpikir dan berperilaku generasi muda. Oleh karena itu melalui spirit Ramadhan, religiusitas puasa diharapkan dapat berimplikasi pada kehidupan generasi muda menjadi lebih baik, dan hal ini tampak pada fenomena generasi muda Indonesia, khususnya kalangan mahasiswa di kampus berbondong-bondong ikut menyambut gembira datangnya bulan suci Ramadhan dengan menyelenggarakan berbagai kegiatan religi, melalui media daring dengan berbagai variannya. Hal ini merupakan fenomena yang sangat positif bagi kebangkitan anak-anak muda Indonesia sebagai menjadi generasi millennial yang pancasilais dan agamis.
Dengan demikian, penerapan nilai-nilai ketuhanan pada kehidupan generasi muda Indonesia secara praktis dapat dilakukan dengan cara melatih menghadirkan mereka pada situasi religi, dan Ramadhan menjadi salah satu momentum penting bagi mereka untuk masuk pada wilayah ‘kesadaran beragama’. Demikian pula menghadirkan kesadaran bahwa dalam bersikap dan berperilaku harus sesuai dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam Islam disebut Tawhid menjadi hal penting sebagai pijakan dasar generasi muda Indonsia, baik pada masa lampu, masa kini, dan masa yang akan datang. Ini artinya, generasi muda Indonesia dalam berbagai aktivitasnya hendaknya selalu menyandarkan pada dimensi etik dan agama. Dalam tradisi modern sekarang, untuk bisa menghadirkan kesadaran generasi muda pada ‘kesadaran beragama’ yang demikian dapat dilakukan melalui pelatihan Emotional Spiritual Quotion (ESQ).
Editor : Wahyu Anggana