Kompas TV kolom opini

Sempurnakan Puasa dengan Zakat Fitrah dan Zakat Maal

Selasa, 11 Mei 2021 | 13:38 WIB
sempurnakan-puasa-dengan-zakat-fitrah-dan-zakat-maal
KH Ahsanul Haq , Ketua MUI Jawa Timur. (Sumber: KompasTV Jawa Timur)

Ramadhan segera berakhir, saatnya menyempurnakan ibadah puasa dengan berzakat dan terus memperbanyak sedekah. Dengan demikian, ibadah puasa kita makin bermakna karena tidak hanya bersifat ritual tapi juga bermanfaat untuk sesama umat manusia.

Harus dipahami, zakat dan sedekah memiliki perbedaan. Zakat merupakan rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap muslim dengan syarat dan kriteria tertentu. Zakat tidak cukup dengan asal berbagi kepada sesama. Sebab Islam telah mengaturnya secara rinci. Mulai dari waktu, bentuk, kadar, hingga siapa yang berhak menerima (mustahik).

Penerima zakat sendiri dibatasi hanya untuk delapan golongan. Alquran surat At-Taubah ayat 60 menyatakan: “Sungguh zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” Artinya, selain delapan golongan tersebut tidak diperkenankan menerima zakat.

Sedangkan sedekah hukumnya sunah (anjuran) yang pelaksanaannya lebih luas. Waktunya bebas, penerimanya boleh siapa saja dan bentuknya pun tidak harus berupa harta. Sedekah bisa dilakukan dalam bentuk ilmu, uang, makanan, barang, ide, pikiran, tenaga, waktu, bahkan senyum dan kata-kata yang baik.

Zakat sendiri terdiri dari dua jenis; zakat fitrah dan zakat maal (harta). Zakat fitrah wajib bagi setiap muslim yang hidup di akhir Ramadhan dan memiliki kelebihan makanan pokok. Artinya setiap muslim (dewasa anak-anak, laki-laki atau perempuan, sehat atau sakit), yang saat malam takbiran memiliki makanan lebih, maka ia wajib membayar zakat fitrah. Tentu dalam satu keluarga, kepala keluarga wajib menanggung anggota keluarga yang nafkahnya berada dalam tanggug jawabnya.

Hikmah syariat zakat fitrah ini adalah untuk tazkiyatun nafsi dan tanmiyatul amaliah atau membersihkan jiwa dan meningkatkan amal saleh. Sehingga zakat fitrah ini diharapkan menyempurnakan ibadah puasa karena menjadi pembersih jiwa, terutama sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori puasa. Di sisi lain, zakat fitrah juga berfungsi untuk menghadirkan kebahagiaan bagi fakir dan miskin saat menyambut Idul Fitri karena memiliki bekal makanan yang cukup.

Bagaimana caranya? Zakat fitrah bisa dibayarkan sejak awal bulan Ramadan dan maksimal sebelum salat Idul Fitri. Besarnya zakat fitrah adalah 1 sha’ makanan pokok suatu negara. Mengenai standar ukuran ini, para ulama berbeda pendapat. Namun MUI Jawa Timur sejak tahun 2010 telah mengambil sikap bahwa ukuran ideal membayar zakat fitrah adalah 3 kg beras. Dalam proses pembayarannya, muzakki (pembayar zakat) bisa menyerahkannya langsung kepada mustahik atau dibayarkan melalui amil zakat.

Bagaimana dengan zakat maal atau zakat harta? Zakat maal merupakan jenis zakat yang dikeluarkan dari hasil harta yang dimiliki, disimpan, atau dikuasai. Zakat maal hukumnya wajib bagi setiap muslim yang telah memiliki harta dengan jumlah batas minimum tertentu (nishab) dan kepemilikan dalam waktu tertentu (haul dan sejenisnya). Berbeda dengan zakat fitrah yang terikat dengan Ramadan, zakat maal tidak terikat dengan Ramadan dan bisa dibayarkan kapan saja asal sudah memenuhi kriteria wajib zakat.

Secara umum aset zakat maal meliputi emas dan perak, hasil pertanian, hasil peternakan, hasil pertambangan, harta temuan dan perdagangan. Namun beberapa ulama kotemporer telah berijtihad dan memutuskan bahwa aset berupa uang, tabungan, hasil profesi atau penghasilan juga termasuk harta yang wajib dizakati. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Wahbah az-Zuhaili di dalam al-Fiqh al-Islami, Syekh Yusuf al-Qardawi di dalam Fiqhuz Zakah, Syekh Abdurrahman al-Juzairi di dalam al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, dan yang lainnya.

Dalam naskah yang terbatas ini, penulis akan membatasi pembahasan zakat maal pada zakat penghasilan atau zakat profesi. Sejak 18 tahun yang lalu, MUI Pusat sudah menerbitkan fatwa Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Zakat Penghasilan. Merujuk pada ayat Alquran, hadits dan pendapat para ulama, MUI Pusat memutuskan bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.

Menurut fatwa tersebut, waktu mengeluarkan zakat penghasilan dapat dilakukan dengan dua cara: (1) Dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nishab. (2) Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu tahun kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab. Sedangkan kadar yang dibayarkan adalah 2,5 persen dari total penghasilan yang diterima dalam setahun, baik bersumber dari gaji, bonus, insentif dan sejenisnya.

Agar lebih praktis, mari kita langsung masuk pada contoh perhitungannya. Pada tahun 2021 ini, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI telah menghitung bahwa nishab zakat penghasilan adalah Rp. 79.738.415 per tahun atau Rp. 6.644.868 per bulan. Perhitungan ini didapat dari 85 gram dikali harga satu gram emas murni 24 karat saat ini atau Rp. 938.099 x 85 = Rp. 79.738.415.

Sebagai ilustrasi, jika seseorang memiliki penghasilan Rp. 250.000.000 dalam setahun, maka ia sudah wajib mengeluarkan zakat penghasilan karena sudah berada di atas batas minimum atau nishab. Zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5% x Rp. 250.000.000 = Rp. 6.250.000.

Demikianlah penjelasan singkat mengenai zakat dan sedekah. Tentu tulisan ini sangat terbatas karena sesungguhya penjelasan mengenai zakat dan sedekah membutuhkan keterangan yang rinci dan pajang. Namun setidaknya tulisan ini dapat memberikan gambaran umum bagaimana cara menunaikan zakat fitrah dan zakat maal. Semoga Allah SWT selalu memberikan kita petunjuk agar mampu menjalankan semua perintah-Nya, termasuk perintah membayar zakat.

Editor : Muhammad Bisri Affandi




BERITA LAINNYA


Close Ads x