Kompas TV kolom opini

Puasa Membahagiakan Pasca Pandemi Covid 19

Jumat, 24 Maret 2023 | 14:58 WIB
puasa-membahagiakan-pasca-pandemi-covid-19
Prof Dr Muhammad Turhan Yani MA, Ketua Komisi Pendidikan MUI Jawa Timur dan Direktur LPPM Unesa (Sumber: Dok. Istimewa )

KompasTV Jawa Timur  - Bagaimana masyarakat tidak bahagia? Mengingat semarak Ramadhan saat masa pandemi tidak tampak syiar Islam, bahkan suasana kebatinan umat Islam yang berpuasa ikut merasakan prihatin, kini semarak Ramadhan 1444 H pasca pandemi syiar Islam tampak lebih menggema dan membahagiakan bagi semuanya, walaupun sesungguhnya puasa adalah urusan personal antara manusia dan Allah, akan tetapi secara sosiologis suasana Ramadhan memberikan pengaruh besar terhadap aspek sosial-emosional orang-orang yang berpuasa karena merasakan kebahagiaan. Di antara kebahagiaan yang dirasakan adalah adanya shalat terawih berjamaah di masjid/musalla, tadarus alquran bersama, i’tikaf bersama, santunan bersama anak-anak yatim, kehidupan sosial yang damai, tenang, gembira, dan lain sebagainya. 

Di sisi lain secara sosio-kultural, semarak Ramadhan oleh masyarakat muslim Indonesia, di dalamnya juga diadakan tradisi buka bersama, baik di instansi, kampus, sekolah, organisasi, perkumpulan, maupun komunitas lainnya. Secara psikologi sosial, suasana seperti ini memberikan perasaan bahagia tersendiri dalam pelaksanaan ibadah puasa, dan secara ekonomi juga memberikan dampak positif bagi tumbuh kembangnya pelaku usaha, baik bagi kalangan muslim maupun nonmuslim, karena terkait kebutuhan primer yang dibutuhkan saat Ramadhan tidak hanya berkaitan dengan orang muslim saja akan tetapi saudara-saudara kita nonmuslim juga ikut merasakan kebahagiaan melalui usaha-usaha yang dimiliki, baik dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, maupun lainnya, khususnya saat menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Kini seiring situasi semakin membaik dan kasus penularan virus covid 19 telah menurun drastis, kegembiraan dan kebahagian masyarakat muslim dan bangsa Indonesia pada umumnya dalam menyambut bulan suci Ramadhan 1444 H kembali seperti sebelum pandemi, bahkan tampak luar biasa gembira dan bahagianya, apalagi secara agama telah disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw dalam sabdanya yang berbunyi “Man Fariha bidukhuuli Ramadhan Harramallahu Jasadahu Alanniron”. Artinya, barang siapa yang bahagia menyambut datangnya bulan suci Ramadhan maka diharamkan baginya masuk ke dalam api neraka. Motivasi spiritual ini memberikan kegembiraan, kebahagian, kenyamanan, dan kekhusyu’an tersendiri dalam beribadah. 

Secara kesehatan, di tengah semarak bulan suci Ramadhan 1444 H, menjaga protokol Kesehatan juga tetap penting dilakukan, khususnya saat berada dalam tempat keramaian, walaupun kasus penularan covid 19 mengalami penurunan drastic. Upaya proteksi kesehatan diri melalui vaksin juga menjadi hal penting karena agama Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk menjaga diri dari berbagai malapetaka, yaitu menjaga dan melindungi keselamatan jiwa (hifdzun nafs) dari berbagai kemungkinan madlarat, termasuk persyaratan vaksin saat mudik lebaran sesungguhnya Pemerintah sedang menjalankan apa yang diperintahkan dalam agama, agar masyarakat memiliki imunitas yang lebih kuat, upaya memberlakukan protokol kesehatan perlu mendapat dukungan dari semua pihak. 

Dalam perspektif agama bagaimanakah menyikapi sebagian masyarakat yang mengabaikan aturan atau kebijakan terkait syarat vaksin dan protokol kesehatan yang tidak dipatuhi? persoalan ini dapat dilihat dari dalil naqli yang bersumber dari alquran surat al-Nisa’ ayat 59, yang artinya” Wahai orang orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasulullah, dan Ulil Amri (Pemerintah atau Pemimpin). Upaya ini sesungguhnya dalam rangka melindungi masyarakat dari ancaman penularan covid 19, hal tersebut senafas dengan salah satu tujuan agama (maqasidus syariah) yaitu melindungi jiwa, dan juga berbanding lurus dengan perintah ketaatan terhadap aturan Allah dan rasul-Nya.

Puasa 1444 H pasca pandemi ini menjadi anugerah yang luar biasa bagi umat manusia, khususunya bangsa Indonesia setelah sekian lama diuji oleh Allah dalam suasana keprihatinan bersama pada masa pandemi. Kita wajib bersyukur atas nikmat Allah dengan situasi yang semakin membaik ini. Rasa syukur sangat terasa manakala kita mengingat saat masa pandemi yang begitu terbatas bagi umat manusia dalam melakukan berbagai aktivitas, seperti aktivitas sosial, aktivitas ibadah, dan aktivitas lainnya.

Secara hakiki, puasa yang membahagiakan tidak hanya dilihat dari sisi fisik-lahir, seperti keleluasaan dalam beraktivitas karena pasca pandemi, akan tetapi juga dilihat dari sejauhmana puasa yang dilakukan mampu membentuk jiwa empati dan simpati bagi yang berpuasa, sehingga menumbuhkan kesadaran beragama tingkat tinggi. Kesadaran inilah yang akan memberikan dampak positif bagi tumbuhnya persaudaraan, kasih-sayang, dan perhatian kepada sesama, khususnya bagi kaum dhuafa’(orang-orang lemah).

Inilah sesungguhnya puasa yang membahagiakan secara hakiki, selain keikhlasan dalam menunaikannya karena dimensi spiritual dan sosial puasa menginternalisasi pada pribadi secara tulus dan ikhlas. Pribadi demikian menunjukkan kesadaran bahwa kita sebagai hamba Allah wajib tunduk dan patuh tidak hanya kewajiban langsung kepada-Nya (dimensi vertikal) akan tetapi juga tunduk dan patuh melaksanakan kewajiban sosial yang ditunjukkan di antaranya saling menyanyangi dan memiliki kepedulian kepada sesama (dimensi horisontal). Selamat menunaikan ibadah puasa, semoga puasa kita diterima oleh Allah

Swt, aamiin.
Wallahu A'lam Bisshawab.

Oleh: 
Prof Dr Muhammad Turhan Yani MA
Ketua Komisi Pendidikan MUI Jawa Timur dan Direktur LPPM Unesa

Editor : Wahyu Anggana




BERITA LAINNYA


Close Ads x