Kompas TV kolom opini

Sinergi Agama dan Pancasila dalam Sistem Pendidikan Nasional

Selasa, 2 Mei 2023 | 06:00 WIB
sinergi-agama-dan-pancasila-dalam-sistem-pendidikan-nasional
Prof. Dr. H. Muhammad Turhan Yani, M.A., Ketua Komisi Pendidikan MUI Jawa Timur, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, dan Direktur LPPM UNESA (Sumber: Dok. Istimewa )

KompasTV Jawa Timur - Ketika Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) beredar, langsung menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat Indonesia, khususnya dunia pendidikan nasional. Apa pokok persoalannya? dalam PP tersebut Pancasila hilang dari peredaran kurikulum pendidikan nasional, hal ini dapat dilihat pada pasal 40 ayat 2 dan 3 yang tidak mewajibkan Pancasila dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi. Persoalan inilah yang menimbulkan protes dan tanggapan yang luar biasa dari masyarakat seperti yang disampaikan melalui grup di media sosial, forum diskusi, webinar, dan pernyataan sikap dari berbagai pihak. Memperhatikan respon masyarakat demikian, dengan cepat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Mendikbud RI) Nadiem Anwar Makarim tertanggal 16 April 2021 mengajukan kepada Presiden RI Ijin Prakarsa Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan, hal ini penting dilakukan oleh Mendikbud agar PP tersebut tidak menjadi bola liar dan masyarakat juga menjadi lebih tenang.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimanakah PP tersebut sampai diteken dengan tanpa mencantumkan Pancasila secara eksplisit dalam kurikulum pendidikan nasional? Terhadap pertanyaan ini, saya meyakini PP tersebut telah melalui proses yang matang dan terfilter karena hal ini menjadi bagian yang sangat penting dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia, namun demikian ternyata mata pelajaran/mata kuliah Pancasila terlewatkan, tidak tercantum dalam PP tersebut. Persoalan seperti ini beberapa waktu lalu juga terjadi pada Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) yang secara eksplisit tidak memasukkan unsur agama, dan setelah ada protes, respon, dan pernyataan sikap dari berbagai organisasi masyarakat di Indonesia, akhirnya PJPN tersebut direvisi.

Selain agama, mengapa pancasila menjadi sesuatu yang sangat penting dalam kurikulum pendidikan nasional di Indonesia? Pertama, karena pancasila menjadi falsafah bangsa Indonesia, kedua, Pancasila sebagai ideologi negara, dan ketiga dalam konteks Indonesia, pancasila sebagai sumber dari segala sumber. Oleh karenanya pancasila menjadi substansi yang sangat penting dalam kurikulum pendidikan nasional Indonesia, mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah, sampai perguruan tinggi, tidak boleh terlewatkan karena Pancasila sebagai pondasi pendidikan nasional Indonesia, selain agama.

Sinergi agama dan pancasila tampak pada sila pertama dalam Pancasila yang memposisikan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama yang mendasari dan menjiwai sila-sila lainnya. Kemudian sila-sila dalam Pancasila ditinjau dari ajaran agama juga merupakan nilai-nilai luhur universal dalam tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, yang dalam Islam disebut nilai-nilai Ilahiyah (ketuhanan), insaniyah (kemanusiaan), ukhuwah wathaniyah dan basyariyah (persatuan kebangsaan dan kemanusiaan), alhikmah (kebijaksanaan), al’adalah al-ijtima’iyah (keadilan sosial). Dengan demikian, tidak ada ruang sedikitpun bagi seseorang atau kelompok yang hendak mempertentangkan antara agama dan pancasila. Oleh karena itu bagi siapapun yang mengarahkan agama dan pancasila untuk dihadap-hadapkan pada posisi yang bertentangan maka mindset keagamaan dan kebangsaannya perlu diluruskan kembali agar tidak menjadi embrio radikalisme yang akhir-akhir ini mulai terasa jelas di tengah kehidupan masyarakat.

Dari sisi substansi, menurut Nurcholish Madjid, kaum muslim Indonesia dapat menyetujui Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setidak-tidaknya ada dua pertimbangan, pertama, nilai-nilainya dibenarkan oleh ajaran agama Islam, kedua, fungsinya sebagai nuktah-nuktah kesepakatan antar berbagai golongan untuk mewujudkan kesatuan politik bersama. Kedudukan serta fungsi Pancasila dan UUD 1945 bagi umat Islam Indonesia dapat dibandingkan dengan kedudukan serta fungsi dokumen pertama dalam sejarah Islam yang dikenal dengan Konstitusi Madinah bagi umat Islam kota Yatsrib (Madinah) pada masa-masa awal setelah Nabi hijrah. Konstitusi Madinah merupakan rumusan tentang prinsip-prinsip kesepakatan antara kaum Muslim Madinah di bawah Pimpinan Nabi Muhammad Saw dengan berbagai kelompok non Muslim untuk membangun masyarakat politik bersama. Bunyi naskah konstitusi itu sangat menarik. Ia memuat pokok-pokok pikiran yang dari sudut tinjauan modern pun mengagumkan. Dalam konstitusi itulah untuk pertama kalinya dirumuskan ide-ide yang kini menjadi pandangan hidup modern di dunia, seperti kebebasan beragama, hak setiap kelompok untuk mengatur hidup sesuai dengan keyakinannya, kemerdekaan hubungan ekonomi antar golongan, dan lain-lain. Akan tetapi juga ditegaskan adanya kewajiban umum, yaitu partisipasi dalam usaha pertahanan bersama menghadapi musuh dari luar.

Kedua, historisitas pengalaman kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila digali dari jati diri bangsa Indonesia yang memiliki titik temu dengan nilai-nilai luhur agama. Para pendiri bangsa (founding fathers) merupakan orang-orang yang memiliki komitmen yang sangat kuat dalam merintis, mewujudkan, dan menjaga keutuhan bangsa dan negara, baik mereka yang mendapat label sebagai tokoh religius maupun tokoh nasionalis. Komitmen seperti ini perlu ditegaskan kembali ke dalam jiwa semua komponen bangsa di masa sekarang dan yang akan datang agar Agama dan Pancasila menjadi spirit kehidupan dalam menjalankan keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai upaya mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Komitmen berbasis pengalaman kehidupan berbangsa dan bernegara dari para pendiri bangsa ini sangat penting ditumbuhkembangkan kembali agar masyarakat di masa sekarang dan yang akan datang selalu ingat tentang perjuangan para perintis dan pendiri bangsa yang saat itu bersusah payah merebut kemerdekaan dari kolonial, merajut komponen bangsa yang sempat pudar akibat penjajahan, dan menyatukan kembali anak-anak bangsa akibat pemberontakan dari sebagian kelompok.

Editor : Luky Nur Efendi

1
2



BERITA LAINNYA


Close Ads x