Plt Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Lumajang Amni Najmi menjelaskan, kesiapsiagaan terhadap bencana harus dimulai dari diri sendiri. Masing-masing orang harus memiliki tas siaga bencana yang berisikan dokumen-dokumen penting seperti, KTP, Kartu Keluarga, ijazah, dan surat nikah.
Tidak hanya itu, tas siaga bencana juga harus dilengkapi peluit, makanan tahan lama, air mineral, lampu senter, obat-obatan pribadi, masker, radio portabel untuk mendengarkan informasi terbaru, dan pakaian ganti untuk 3 hari.
Warga juga dilatih mengenali berbagai macam peringatan dini yang bisa dilakukan. Petugas BPBD memperkenalkan konsep kentong papat atau kentong empat. Jika kentong dibunyikan sebanyak 4 kali berarti semeru mengeluarkan guguran awan panas dan warga harus segera evakuasi diri. Selain itu, warga juga belajar mengenali jalur evakuasi dan titik kumpul.
Amni menjelaskan, pelatihan kesiapsiagaan selalu digelar di ruang terbuka agar warga dan petugas BPBD bisa melakukan simulasi langsung sehingga warga bisa memahami. Setiap melakukan simulasi, petugas BPBD harus melakuakan pendekatan terlebih dahulu.
Sebab, masih banyak warga yang takut melakukan simulasi.
“Dulu sebelum APG tahun 2021, warga susah sekali diajak simulasi mitigasi bencana. Banyak dari mereka yang beranggapan bahwa setelah mitigasi Gunung Semeru erupsi. Jadi, kita harus pendekatan dulu. Mengelus dada dulu. Harus sabar. Namun pasca APG, warga akhirnya pelan-pelan mau ikut simulasi mitigasi bencana,” ungkap Amni saat berada di huntap Sumbermujur.
Penyintas awan panas guguran Gunung Semeru, Nurul Qomariah (30) mengatakan, sering mendapatkan pelatihan kesiapsiagaan bencana dari BPBD. Melalui pelatihan ini Nurul tidak lagi bingung cara menyelamatkan diri jika awan panas guguran terjadi.
“Dulu bingung banget cara menyelamatkan diri. Tapi, sekarang setelah dapat pelatihan jadi lebih tahu dan paham cara evakuasi diri sehingga enggak panik dan bingung lagi,” kata Nurul.
Editor : Wahyu Anggana