Dianiaya Debt Collector, Nasabah Kartu Kredit Bank Mega Lapor BI dan OJK

Jawa timur | Kamis, 26 September 2024 | 15:34 WIB
Tan Yudianto Hartanu Saat Laporan Di OJK (Sumber: Istimewa)

Surabaya, Kompas.TV Jawa Timur - Tan Yudianto Hartanu (53), warga Jalan Pucang Anom Surabaya, salah seorang nasabah kartu kredit Bank Mega melapor ke Kepala Bank Indonesia (BI) Jatim dan Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 4 Jatim, Senin (23/9/2024) untuk meminta perlindungan hukum sehubungan adanya Debt Collector Bank Mega patut diduga praktik premanisme.

Sesuai menyerahkan surat pengaduan ke OJK Regional 4 Jatim, Tan Yudianto Hartanu yang didampingi kerabatnya, Mulyanto menerangkan Debt Collector Bank Mega menjemput paksa dirinya agar melunasi tagihan kartu kredit.

Ia lantas ikut dengan Debt Collector ke Bank Mega Kembang Jepun untuk menunjukkan niat baik memenuhi kewajiban saya. 

“Lalu saya dimasukkan ke satu ruangan kecil yang hanya satu meja dan empat kursi dan ditemui oleh Kepala Bagian Penagihan waktu itu bernama Bapak Irawan,” ungkap Yudi, panggilan karibnya.

Di dalam ruangan itu lanjut Yudi, terjadi tawar menawar dimana dia menyebutkan angka tertentu lalu Pak Irawan keluar dan masuklah 6 orang Debt Collector ke ruangan itu lagi.

“Kemudian saya mengalami intimidasi bahkan saya ditendang. Saya reflek berdiri mau keluar karena merasa keamanan saya terancam tapi saya dipegangi sama 3 orang jadi tidak bisa keluar,” akunya.

Terakhir kata Yudi, Pak Irawan masuk dan dirinya langsung wadul ke beliaunya (Irawan) kalau anak buahnya melakukan intimidasi dan kekerasan. 

Debt Collector yang menendang saya itu lari ke ruangan sebelah,” imbuhnya.

Yudi lantas mengajak Irawan keluar dan tunjuk Debt Collector tersebut, tapi Irawan diam saja tidak ada respon apa-apa.

“Memang waktu itu saya masih belum bisa membayar. Tapi saya sebagai nasabah menyayangkan cara penagihan yang kurang simpatik,” keluhnya.

Dia berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi ke dirinya dan nasabah Bank Mega lainnya dan juga mempertanyakan apakah seperti tata cara melakukan penagihan.

“Sebab setahu saya tidak seperti ini,” tutupnya.

Sementara itu, Mulyanto sebagai paman dari Yudi menambahkan keponakannya mengalami kejadian kartu kredit macet di Bank Mega lalu ditagihlah oleh Debt Collector yang diduga melakukan praktik premanisme dengan jalan intimidasi.

“Bahkan sampai dijemput dibawa ke Bank Mega hingga dilakukan tendangan kepada keponakan saya,” sesalnya.

Mulyanto berpendapat kasus kartu kredit macet adalah salah satu bentuk perjanjian kredit yang tentunya harus diselesaikan melalui gugatan di Pengadilan, bukan melalui praktik premanisme.

“Karena di dalam Peraturan BI bahwa semua kartu kredit yang macet itu harusnya diselesaikan dengan cara yang baik bukan dengan cara premanisme,” jelasnya.

Ia mengingatkan tindakan Bank Mega yang sudah menggunakan jasa Debt Collector untuk menakut-nakuti nasabah merupakan suatu perbuatan melawan hukum.

“Kami nanti akan menempuh upaya hukum di Kepolisian karena ini menyangkut perbuatan pidana diantaranya penyekapan menghilangkan kemerdekaan seseorang dan menendang itu sudah perkara pidana,” tegasnya.

Pihaknya menurut Mulyanto berharap OJK bisa melakukan upaya hukum sesuai aturan main yaitu gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

“Kalau mereka (Bank Mega) sudah diputus menang dan inkrah baru bisa melakukan eksekusi bukan menggunakan preman atau Debt Collector, tetapi melalui Pengadilan lewat Juru Sita,” serunya.

Menurutnya, keberadaan Debt Collector oleh BI sudah dilarang dan menyikapi pengaduan Yudi ini, ia meminta OJK harus melakukan tindakan represif karena Bank-Bank Swasta seperti Bank Mega itu sebagai Anggota BI harus mematuhi Peraturan BI tidak boleh semena-mena.

“Karena selama ini yang saya lihat adalah marak terjadi diduga praktik premanisme oleh Debt Collector kartu kredit menjamur dimana-mana khan tidak boleh seperti itu,” pungkasnya.


TERBARU