KompasTV Jawa Timur - Bulan Ramadan adalah bulan suci yang didambakan oleh semua umat muslim di dunia ini. Di antara peristiwa suci yang terjadi di bulan Ramadhan adalah adanya Lailatul Qodar dan peristiwa Nuzulul Qur’an (peristiwa turunnya al-Qur’an). Peringatan Nuzulul Qur’an, tahun ini bertepatan pada tanggal 8 April 2023 yang patut untuk ditunggu dan diisi dengan kegiatan yang penuh makna dan manfaat. Nuzulul Qur’an merupakan peristiwa di mana Nabi Muhammad SAW diberi mandat sebagai rasul, penyampai dakwah Islam untuk seluruh umat manusia.
kesakralan peristiwa Nuzulul Qur’an tertuang dalam banyak ayat al-Qur’an. Sebut saja, Q.S. Al-Qadar, Q.S. Al-Baqarah: 185, dan Q.S. Ad-Dukhan: 3. Tiga ayat tersebut saling menjelaskan satu sama lainnya. Pada ayat terakhir disebutkan bahwa al-Qur’an turun di malam yang penuh berkah (lailah mubarakah). Mengutip pendapat Ibnu ‘Asyur, lailah mubarakah tak lain ialah suatu malam di Bulan Ramadhan tatkala al-Qur’an pertama kali diterima oleh Baginda Nabi di Gua Hira. Terlepas dari perbedaan pendapat soal tanggal berapa al-Qur’an diturunkan, ulama sepakat, yang dimaksud dengan lailah mubarakah adalah Nuzulul Qur’an.
Dialog dengan Jibril
Sewaktu menakdirkan Baginda Nabi untuk menerima wahyu, Allah SWT memerintahkan Malaikat Jibril untuk menyampaikan 5 ayat di awal Surah al-’Alaq kepada Nabi Muhammad SAW. Kala itu, Nabi Muhammad SAW bertahanuts di Gua Hira. Ritual semacam meditasi ini memang sudah mentradisi di kalangan masyarakat Arab pra Islam. Ritual tersebut jamak dilakukan masyarakat Arab pra Islam bertujuan untuk meningkatkan kualitas spiritual.
Saat malam itu tiba, Baginda Nabi yang tengah tidur dikejutkan oleh sosok malaikat Jibril, yang membawa kitab. Jibril lantas meminta Nabi untuk membaca wahyu pertama. Sebanyak empat kali Jibril meminta, sebanyak itu pula Baginda Nabi tidak menyanggupinya, meski Jibril berkali-kali memeluk Nabi, untuk menguatkannya. Sampai kemudian Jibril menuntun Nabi Muhammad SAW membaca wahyu itu, hingga beliau dapat membacanya. Lalu, Nabi terbangun. Seakan-akan wahyu itu sudah tertancap kuat di hatinya.
,
“Wahai Muhammad, engkau utusan Allah, dan aku adalah Jibril!,” jelas Jibril kepada Nabi sesaat setelah dia keluar dari pertapaannya.
Mendengar pernyataan itu, Baginda Nabi terperangah. Perasaan campur aduk. Diri Nabi Muhammad SAW diliputi keraguan dan rasa tak percaya diri. Beliau mematung beberapa saat. Menyaksikan seluruh penjuru langit yang tampak sama. Sama-sama menampakkan sosok Jibril yang mendeklarasikan kerasulannya. Bahkan, ia pun masih tetap berdiri keheranan, sampai utusan Khadijah tidak berhasil menemukannya yang sudah cukup lama bertahanuts.
Al-Qur’an Sumber Kehidupan
Di antara hal-hal fundamental (Ismail Suardi Wekke dkk, 2016) yang dapat diambil sebagai hikmah dan I’tibar dalam peringatan Nuzulul Qur’an adalah;
Pertama, keyakinan penuh bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang tetap terjaga keorisinalannya.
Kedua, al-Qur’an adalah solusi terhadap permasalahan yang terjadi pada umat manusia hingga saat ini, baik dari segi politik, ekonomi, budaya, sosial, keagamaan dan sebagainya. Karena apabila ditinjau dari segi sebab hadirnya al-Qur’an adalah tepat saat dunia ini berada dalam goncangan kehancuran diakibatkan bejadnya moral manusia yang merambah ke segala bidang kehidupan pada masanya. Dengan kehadiran al-Qur’anl-ah sedikit demi sedikit tertata kembali pola kehidupan manusia menjadi bernilai.
Ketiga, al-Qur’an membawa inti ajaran yang berkenaan dengan akhlaq yang bertumpu pada aqidah dan syariah.
Keempat, al-Qur’an memiliki ajaran pokok yang mendasar yaitu tentang pendidikan.
Rangkaian lima ayat yang pertama kali turun (Q.S. al-‘Alaq) menggambarkan tentang pendidikan dan aspek-aspeknya, yaitu; pendidikan, murid, kurikulum, peralatan, dan tujuan yang hendak dicapai. Dapat dinyatakan bahwa dalam dunia Pendidikan adalah Allah SWT sebagai pendidiknya, Nabi Muhammad SAW sebagai muridnya, kurikulum adalah segala sesuatu yang belum diketahui yang nantinya akan menjadi sumber untuk bahan kajian manusia, peralatan atau sarana adalah pena, dan tujuannya adalah taqwa (Nata, 2003). Dengan kata lain, al-Qur’an adalah sumber kehidupan bagi seluruh makhluk di alam ini untuk mengarungi tugas mereka sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Robb Allah ta’ala.
Al-Qur’an dan Pemuda
Menurut UU Nomor Tahun 2009 tentang Kepemudaan, pemuda adalah warga negara yang berumur 16-30 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2022 sebanyak 68,82 juta jiwa penduduk Indonesia masuk kategori pemuda. (https://databoks.katadata.co.id/)
Angka tersebut porsinya mencapai 24% dari total penduduk. Lebih dari separuh pemuda Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa. Berikut ini komposisi pemuda berdasarkan wilayah pada 2022:
Jawa: 54,79%
Sumatra: 22,37%
Sulawesi: 7,74%
Kalimantan: 6,35%
Kepulauan lainnya: 8,75%
Keberadaan pemuda bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, pemuda memiliki banyak energi untuk mendorong kemajuan pembangunan. Di sisi lain, pemuda juga bisa menjadi beban negara dan masyarakat apabila potensinya tidak teraktualisasi dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Eksistensi dan peranan para pemuda sangat penting. Melalui merekalah perjalanan serta suksesi bangsa ini ditentukan. Bagaimana tidak, peran yang begitu besar oleh para pemuda nampak jelas apabila kita hendak menengok pada muka sejarah bangsa Indonesia, di mana mereka tercatat sebagai penggerak sekaligus penginisiasi satu peristiwa yang amat bersejarah bagi bangsa ini, yakni sumpah pemuda.
Peringatan Nuzulul Qur’an bagi pemuda diharapkan memiliki nilai yang lebih komprehensif ditinjau dari segi kehidupan dalam bermasyarakat, yaitu menjadi tokoh utama dalam perannya sebagai intelektual muslim yang mampu berdampingan dengan tokoh lain di kalangan muslim seperti para kyai, para santri, dan tokoh-tokoh agama yang ada di lingkungan masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar mampu memaksimalkan hasil dakwah dalam pengertian yang luas tidak hanya seputar ceramah agama di atas mimbar, namun kontribusi nyata, aksi sigap dan tanggap merespon peradaban dan tentunya turut mendorong kemajuan pembangunan bangsa dan negara.
Lalu bagaiamana al-Qur’an memberikan kriteria pemuda yang bisa dikatagorikan mampu membangun peradaban sebagaimana harapan di atas? Dalam Al-Qur’an ataupun hadis, banyak diungkapkan bagaimana karakteristik sebagai pemuda ideal menurut Al-Qur’an yang dapat dijadikan teladan. Setidaknya ada 3 hal mendasar yang bisa menjadi sikap pemuda dalam mengarungi tantangan zaman berasaskan nilai-nilai al-Qur’an (Arnawan Dwi Nugraha, 2021), yaitu sebagai berikut:
Beriman dan Beramal Saleh
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.” (Q.S. al-‘Asr: 1-3)
Berakhlak Mulia
“Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (Q.S. al-Isra’ 53)
Berwawasan Luas
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadalah: 11)
Uraian di atas setidaknya menjadi refleksi bahwa Nuzulul Qur’an dan Pemuda adalah dua hal yang terhubung, antara suatu peristiwa dan satu entitas makhluk yang bisa membumikan dan menjadikan peringatan turunnya al-Qur’an jauh lebih bermakna dan progresif. Dengan populasi pemuda yang cukup signifikan serta kemungkinan semakin bertambahnya ditahun-tahun yang akan datang, dapat diambil konklusi bahwa apabila seorang muslim, terutama para pemuda sebagai aset bangsa mampu mengamalkan nilai-nilai dan karakter pemuda ideal dalam al-Qur’an dan hadis, yakni beriman dan beramal saleh, serta berakhlak mulia, dan berwawasan luas maka bukan tidak mungkin bangsa Indonesia ini akan menjadi bangsa yang makmur, sejahtera, serta mampu bersaing dengan negara lain dengan berlandaskan nilai-nilai luhur Islam. Wallahu a’lam.
Penulis: Taufiqurohman, Staf Pengajar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Editor : Wahyu Anggana